Rss Digg Twitter Delicious Facebook Stumbleupon

Selasa, 31 Mei 2011

Sekilas Renungan

          Terkadang kita hanya bisa mengkritik, inginkan yang terbaik mengatakan takdir tidak adil, mengingat kejadian yang menurut kita merupakan  hal yang merugikan diri kita. Tetapi pernahkah kita mencoba mengingat dan menghitung berapa nikmat yang telah kita dapatkan setidaknya untuk bernafas saja dalam satu hari ? bahkan setiap masalah adalah sebuah pembelajaran yang selalu disalahartikan, sesorang dapat berdiri tegak, dapat siap menghadapi tantangan  jika ia telah terbiasa dengan permasalahan. Masalah melatih kita untuk dapat kreatif mempergunakan ide-ide yang belum tentu muncul tanpa masalah tersebut, selain itu akan muncul pengalaman yang akan menjadi guru terbaik setiap saat.
          Kata-kata seperti ini memang terkadang tidak terlalu banyak membantu ketika kita sedang dilanda masalah yang ada di benak hanyalah sebuah kepanikan yang menjadikan  kita tidak dapat berpikir, tetapi sebenarnya hanya butuh sebuah senyum keikhlasan bahwa ini adalah bentuk kasih sayang yang dillimpahkan dariNya kepada kita, tidak perlu memikirkan apa masalahnya tapi hanya perlu mencoba untuk pikirkan apa makna dibalik semua itu.
        Proses penciptaan alam semesta yang ada sudah lebih cukup untuk membuktikan kekuasaanNya. Manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimillikinya tidak terkecuali ilmu pengetahuan, ketika segala sesuatu dipertanyakan hanya untuk sekedar mencari sebuah rasionalitas untuk dapat menumbuhkan sebuah cinta yang mungkin sewaktu-waktu dapat terkikis pemahamannya, jangankan untuk bertanya, apakah kita semua  pernah berpikir apakah sebenarnya aku  ini ada atau hanya imajinasi yang tidak nyata ?  sumber dari epistemology kita hanya bergantung pada indra dan rasio, lantas apa yang perlu dipertanyakan dengan kedua alat ini yang terbatas. Indra hanya berpegangan dengan apa yang dirasa, didengar, dilihat dan sebagainya yang menjadi sumber hanya alam, rasio hanya memiliki empat fungsi.
          Apabila kita mencari dan mencintai dengan sebuah alas an  akibatnya hal itu akan hilang seiring dengan berubahnya waktu dan berkembang pemikiranku yang entah mengalami kemajuan atau kemunduran. Untuk mencintai tidak butuh alas an apapun, tidak butuh ditumbuhkan  hal itu, tidak butuh cari referensi dimanapun. Cinta adalah sesuatu yang abstrak yang dirasakan bukan suatu bahan untuk diperdebatkan. Cinta, sebuah anugerah yang tidak terkira yang diberikan kepada setiap manusia,. Cinta, bukan merupakan larangan agama, bukan merupakan larangan syariatNya tetapi cinta berasal dari hati dan hati merupakan urusanNya.
         Diriku hanya dapat duduk diam dan lusuh menyaksikan ketololanku yang tidak mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Terlalu banyak hakikat dan makna yang kulewatkan yang sebenarnya sangat menyenangkan untuk dipelajari. Banyak hal yang diajarkan baik melalui alam maupun manusia tetapi saya tidak sadarkan itu, tidak mempergunakan akalku untuk menelaah apa makna dibalik semua itu.

















Kawasan Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Batas Wilayah Pesisir
Pertanyaan pertama yang seringkali muncul dalam pengelolaan kawasan pesisir adalah bagaimana menentukan batas-batas dari suatu batas wilayah pesisir (coastal zone).  Sampai sekarang belum ada defenisi wilayah pesisir  yang baku  namun terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, sehingga wilayah pesisir memiliki  dua macam  batas yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai.         Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus dengan garis pantai sejauh ini belum ada kesepakatan, sehingga batas-batas wilayah pesisir berbeda dari satu dengan negara lainnya terlebih lagi dengan adanya perbedaan karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem pemerintahan sendiri (Rokhmin Dahuri dkk, 2001:5).
Wilayah pesisir juga merupakan pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi wilayah daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut perembesan air asin. Ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh bagian laut yang terjadi di darat seperti sedimentasi, dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencamaran (Soegiarto dalam Rokhmin Dahuri, dkk, 2001 : 8).
Secara fisik, kawasan pesisir dapat terdiri dari daerah-daerah daratan (terrestial atau inland areas), lahan-lahan pantai (coastal waters), perairan lepas pantai (offshore waters) dan perairan di luar yurisdiksi nasional. Peran dan pengaruh manusia di tiga daerah sangat nyata terlihat. Oleh karena itu daerah-daerah tersebut biasanya merupakan fokus perhatian pengelolaan. Namun batas-batas wilayah pesisir yang ditetapkan tiap negara  berbeda-beda.
Di Indonesia ada semacam kesepakatan tentang defenisi  kawasan ini, namun belum resmi yaitu kawasan pesisir adalah wilayah daratan dan lautan yang bertemu di garis pantai. Wilayah daratan merupakan wilayah yang mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam. Sedangkan wilayah laut mencakup wilayah perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar ke laut dan perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia  di darat. Dengan demikian jarak batas-batas dan laut dari garis pantai suatu kawasan pesisir di Indonesia dapat berbeda-beda tergantung kekuatan pengaruh masing-masing faktor darat dan laut.

Tipologi Pengembangan Kawasan Pesisir Pantai

Penanganan kawasan pantai dilakukan dengan mempertimbangkan tipologi pantai. Pembagian tipe pantai kawasan perencanaan didasarkan pada klasifikasi tipologi pantai yang disusun oleh PSDAL UNHAS dengan Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Pedesaan Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1997, secara garis besar dapat diklasifikasikan kedalam 5 (lima) jenis, yaitu :
a.    Tipe A, pantai berupa teluk dan tanjung  yang panjang dan beberapa pulau terletak di mulut teluk, kemiringan dasar yang curam (>0,1) dan terbentuk dari kerikil, daratan pantai yang berbukit, tinggi ombak datang di bawah 1 meter, kecepatan arus di bawah 1 meter/detik tipe pasang surut adalah setengah harian, priode ulang kejadiaan badai di atas 1 tahun.
Pantai tipe A sangat potensial dikembangkan menjadi kawasan perdagangan, jasa pelayanan, pergudangan, pelabuhan, industri, permukiman dan resort/pariwisata.
b.    Tipe B, pantai berupa teluk tanpa pulau terletak di mulut teluk, kemiringan dasar yang landai (0,01
Pantai tipe B cukup potensial dikembangkan menjadi kawasan perdagangan dan prasarana penunjang pantai tipe A, namun perlu dilakukan rekayasa khusus untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap pusat kota misalnya pembuatan dermaga, reklamasi pantai dan sebagainya.
c.    Tipe C, pantai berupa laguna, kemiringan dasar yang datar (s<0,01) dan terbentuk dari lumpur, memiliki lingkungan rawa pantai, tinggi ombak datang di bawah 1 meter, kecepatan arus di bawah 0,5m/detik, tipe pasang surut adalah setengah harian, periode ulang kejadiaan badai di atas 15 tahun.
Pantai tipe C tidak potensial untuk kegiatan binaan penduduk, perlu rekayasa khusus melalui penguatan dan peningkatan khusus untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap pusat kawasan kota misalnya pembuatan dermaga, reklamasi pantai dan sebagainya.
d.    Tipe D, pantai terbuka, kemiringan dasar yang landai (0,01<1) dan terbentuk dari pasir, memiliki lingkungan muara, tinggi ombak datang diantara 1<2 meter, kecepatan arus diantara 0,5 dan 1 m/detik, tipe pasag surut campuran, periode, kejadiaan ulang badai 5 sampai 15 tahun.
Pantai Tipe D pada umumnya dimanfaatkan untuk budidaya air payau, hutan rawa, pengambangan ecoturisme, penikmatan penjelajahan hutan pantai dan melihat flora dan fauna langka serta permukiman.
e.    Tipe E, pantai terbuka kemiringan dasar yang curam (s<0,1) dan terbetuk dari kerikil memiliki lingkungan muara, tinggi ombak datang di atas 2 meter, kecepatan arus di atas 1 m/detik, tipe pasang surut harian, periode kejadiaan ulang badai di antara 5-15 tahun
Tipe E, umumnya dimanfaatkan untuk pelabuhan dengan rekayasa break water yang lebih panjang untuk membuat kolam pelabuhan yang lebih luas, pengembangan ecoturisme, memancing dan permukiman.

Kecerdasan Kontekstual


          Kecerdasan, kadang diartikan secara parsial dimana pada sebagian besar sekolah yang ada di negeri ini menganggap bahwa kecerdasan diukur dari seseorang dapat menguasai mata pelajaran/ mata kuliah yang diajarkan di sekolah. Kecerdasan merupakan sesuatu hal yang sangat kontekstual, setiap orang memiliki tingkatan kecerdasan berdasarkan bidangnya masing-masing, mungkin inilah yang semakin menguatkan bahwa tidak ada manusia yang bodoh yang ada hannyalah orang yang malas untuk berusaha dalam menambah pengetahuannya.
          Sewaktu sekolah saya pernah berpikir bahwa dengan menghafal dan mendapatkan nilai yang terbaik itu sudah dapat dikatakan pintar dan cerdas tetapi sebenarnya apa yang selama ini diterapkan justru menjadikan kita seperti berada dalam sebuah belenggu penjara yang tidak tampak dimana kita hanya berpikir sesuai dengan yang diharapkan dimana adanya pemarsialan terhadap sesuatu yang terkadang menjadikan kita sebagai seseorang yang tidak lebih dari seorang robot.
          Sebuah fakta telah terbukti diberbagai macam sekolah yang mengganggap bahwa seorang yang memiliki nilai akademik yang baik merupakan sesorang yang cerdas jika dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat pada bidang olahraga dan music. Tidak ada yang dapat disalahkan dalam hal ini karena memang unsure kebiasaan itu telah tertanam sejak dulu.

Rabu, 02 Februari 2011

OTONOMI DAERAH

DEFINISI
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Layaknya sebuah Negara yang berbentuk federasi maupun kesatuan, Indonesia memberikan sebuah Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga daerah pada setiap daerah-daerah yang berada pada wilayah kesatuannya dengan adanya beberapa batasan tertentu yang merupakan wewenang dari pemerintahan pusat.

PEMBAGIAN SISTEM LITERATURE OTONOMI

Dalam literatur pemerintahan dikenal 3 sistem otonomi:
a.    Otonomi formil.
Yaitu suatu sistem otonomi dimana yang diatur adalah kewenangan-kewenangan pemerintah pusat yang dipegang oleh pemerintah pusat, seperti: pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan, dan moneter fiskal dan kewenangan lainnya. Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang diluar kewenagan pemerintah pusat.
b.    Otonomi materiil    
Merupakan kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan dengan eksplisit disebutkan diatas satu persatu (biasanya diatur dalam UU pembentukan daerah otonom). Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan pemerintah pusat.
c.    Otonomi Riil.
Merupakan kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat, disesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah otonom yang bersangkutan (seperti sumberdaya manusia, pendapatan daerah, PDRB). Jadi kewenanwgan daerah otonom yang satu, dengan daerah otonom lainnya tidak sama.

LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH
1.    Undang-undang Dasar
Sebagaimana dalam Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pada Undang-Undang tersebut terdapat tiga hal yang sangat substantif, yaitu menyangkut pembagian kewenangan, legislasi dan keuangan daerah.
Pertama, Pembagian Kewenangan. Kewenangan penyelenggaraan pemerintahan secara umum dibagi menjadi tiga :
1.    Kewenangan daerah
Kewenangan daerah dapat digolongkan menjadi tiga :
  • kewenangan maksimum : seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
    1. kewenangan minimum : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
    2. kewenangan lainnya : mengelola sumber daya nasional dan kelestarian lingkungan di wilayahnya.
      • kewenangan di wilayah laut : eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang dan penegakkan hukum terhadap peraturan yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
      • kepegawaian daerah : kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji tunjangan dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.
  • Kewenangan Propinsi
Kewenangan Propinsi meliputi :
  1. kewenangan propinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan daerah kota.
  2. kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah.
Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom secara lebih rinci diatur dalam PP No.25 tahun 2000 yang dikenal dengan 20 kewenangan. Kewenangan tersebut meliputi bidang : pertanian, sosial, kelautan, penataan ruang, pertambangan dan energi, pemukiman, kehutanan dan perkebunan, pekerjaan umum, perindustrian dan perdagangan, perhubungan, perkoperasian, lingkungan hidup, penanaman modal, pengembangan otonomi daerah, ketenagakerjaan, perimbangan keuangan, kesehatan, hukum dan perundang-undangan, pendidikan dan kebudayaan, politik dalam negeri dan administrasi publik.
  1. Kewenangan Pemerintah (Pusat)
Kewenangan Pemerintah (Pusat) dapat digolongkan menjadi dua :
1.    kewenangan lainnya yaitu menyangkut kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standardisasi nasional. 
2.   kewenangan umum yaitu politik dalam negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.
Kedua Legislasi. Dalam rangka pelaksanaan otonomi, daerah berwenang menetapkan berbagai peraturan yang disebut sebagai Peraturan Daerah (Perda). Beberapa hal penting menyangkut Perda dalam Undang-Undang No.22 tahun 1999, antara lain :
1.    Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  1. Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  2. Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.
  3. Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Keuangan Daerah. Masalah yang sangat penting dalam kerangka Otonomisasi Daerah adalah menyangkut pembagian/perimbangan pusat dan daerah. Perimbangan keuangan pusat dan daerah sangat penting karena sesungguhnya keadilan harus meliputi dua hal, yaitu keadilan politik dan keadilan ekonomi. Dalam kerangka itulah pengaturan masalah ini termuat dalam kedua Undang-Undang tersebut dan lebih spesifik diatur dalam berbagai peraturan perundnag-undangan lainnya. Beberapa hal penting yang termaktub dalam undang-undang tersebut, antara lain :
1.    Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah :
1.    penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
    1. penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
2.    Sumber pendapatan daerah :
1.    pendapatan asli daerah, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, hasil perusahaan miliki Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
    1. dana perimbangan
    2. pinjaman Daerah
    3. lain-lain pendapatan Daerah yang sah
3.    Prosentase dana perimbangan
1.    dana perimbangan :
1.    bagian Daerah dari penerimaan Pajak dan Bumi Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam
      1. dana alokasi umum
      2. dana alokasi khusus
    1. bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan, perkotaan dan perkebunan serta Bea perolehan Hak atas Tanah dan bangunan, diterima langsung oleh aderah penghasil
    2. bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, diterima oleh Daerah penghasil dan Daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
    3. penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan di bagi dengan imbalan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah
    4. penerimaan Negara dari Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah
    5. 10% penerimaan Pajak Bumi Bangunan dan 20% penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
    6. penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
    7. penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut :
      • penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah.
      • penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk Daerah
Jika dicermati dari beberapa hal penting yang terkandung dalam kerangka otonomi daerah, maka otonomi diberikan kepada daerah meliputi empat aspek utama, yaitu otonomi politik, otonomi hukum, otonomi ekonomi dan otonomi budaya.
Otonomi Politik menyangkut proses-proses pengambilan keputusan poitik terutama menyangkut penentuan kepemimpinan daerah. Otonomi hukum menyangkut kewenangan penyusunan peraturan daerah sesuai dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan otonomi. Otonomi ekonomi menyangkut kewenangan pengelolaan dan penggalian sumber daya ekonomi dan keuangan di daerah. Terakhir, otonomi budaya, menyangkut kewenangan memelihara tradisi dan kultural di daerah.
Jika kita mencermati kedua Undang-Undang tentang Otonomi Daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat dengan kewenangannya bertindak sebagai interegator di bidang politik, hukum, keamanan, sosial budaya dan bertindak sebagai stabilizer di bidang pembagian/perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.    Ketetapan MPR-RI

Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

3.    Undang-Undang
 
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah
1.    Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.    Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab 
3.     Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas. 
4.    Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan  yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. 
5.    Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya  dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6.     Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita, Kawasan Pelabuhan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata  dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom. 
7.     Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah,  baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan  Pemerintahan Daerah. 
8.    Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah  Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada   Gubernur sebagai wakil Pemerintah. 
9.    Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada Desa  yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban  melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

KENDALA OTONOMI DAERAH
Pencapaian sasaran pembangunan daerah melalui kebijakan otonomi masih dihadapkan pada beberapa kendala yang harus diatasi daerah. Setiap daerah memiliki kendala yang berbeda sesuai dengan tingkat kesiapan dan kondisi riil daerah masing-masing.
Beberapa kendala utama antara lain adalah :
  • Masih terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara tuntutan untuk mempercepat pembangunan semakin gencar.
  • Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar dibeberapa daerah.
  • Tidak meratanya ketersediaan sumberdaya alam di beberapa daerah.
  • Kurang dan tidak meratanya SDM yang berkualitas. Padahal dengan SDM berkualitas diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan tumbuhnya kreativitas di daerah.
  • Kendala alamiah yaitu sumber daya alam daerah yang tidak sama
  • Kendala institusional
  • Kendala investasi (modal)
  • Kendala sumber keuangan daerah dalam APBD
  • Belum memadai dan belum mantapnya kelembagaan di daerah, sehingga cenderung dapat menghambat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

DAMPAK-DAMPAK OTONOMI DAERAH
DAMPAK NEGATIF
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah :
·        Adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
·        Terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
·        Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwtsata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
·        Karena besarnya organ Pemerintahan, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
·        Khusus mengenai desentarlisasi teritrorial, dapat mendorong timbulnya daerahisme atau propinsialisme.
·        Keputusan yang diambil membutuhkan waktu yang lama karena memerlukan perundingan yang bertele-tele.
·        Dalam menyelenggarakan Desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.

Dampak Positif

Dampak positif otonomi daerah adalah
·        Bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata
·        Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa mengkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat.
·        Dengan system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
·        Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di Pusat pemerintahan dan kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah pusat.

kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.