Tidak ada kata yang bisa menggambarkan perjuangan para sahabat ini. Kisah mereka yang mencerminkan kehebatan dalam mengatur tentang strategi perang, moral, sistem pemerintahan., dll Memperjuangkan agamaNya tanpa diselubungi kepentingan pribadi, bagi mereka dengan berpegangan dengan Al-Qur'an dan hadist jauh lebih nikmat daripada kenikmatan sementara yang diberikan oleh dunia yang hanya sesaat.
1. Abu Bakar bin Abi Qohafah (Assiddiq),
Abu Bakar adalah seorang Quraisy dari kabilah yang sama dengan Rasulullah, hanya berbeda keluarga. Bila Abu Bakar berasal dari keluarga Tamimi, maka Rasulullah berasal dari keluarga Hasyimi. Keutamaannya, Abu Bakar adalah seorang pedagang yang selalu menjaga kehormatan diri. Ia seorang yang kaya, pengaruhnya besar serta memiliki akhlaq yang mulia. Sebelum datangnya Islam, beliau adalah sahabat Rasulullah yang memiliki karakter yang mirip dengan Rasulullah. Pada masa jahiliyah Beliau tidak pernah mencoba minum arak atau pun menyembah berhala. akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah, semoga allah meridhainya.
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripada beliau, adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali masuk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingakn dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhum.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal radhiyallahu anhu. Beliau selalu mengiringi Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selama di Makkah, bahkan dia lah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi di dalam gua dalam perjalanan hijrah hingga sampai ke kota Madinah. Di samping itu beliau juga mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rosulullahu shalallahu ‘alaihi wa sallam baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
2. Umar Ibnul Khattab,
Ia berasal dari kabilah yang sama dengan Rasulullah SAW dan masih satu kakek yakni Ka’ab bin Luai. Umar masuk Islam setelah bertemu dengan adiknya Fatimah daan suami adiknya Said bin Zaid pada tahun keenam kenabian dan sebelum Umar telah ada 39 orang lelaki dan 26 wanita yang masuk Islam. Di kaumnya Umar dikenal sebagai seorang yang pandai berdiskusi, berdialog, memecahkan permasalahan serta bertempramen kasar.
Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama baru yang dibawanya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik membaca kitab suci Al-Qur’an. Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak membuat ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca kembali baris-baris Al-Qur’an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan senang hati. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi dan langsung memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama Umar bin Khattab, yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya. Dengan rahmat dan hidayah Allah, Islam telah bertambah kekuatannya dengan masuknya seorang pemuda yang gagah perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga mereka secara spontan mengumandangkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Gaungnya bergema di pegunungan di sekitarnya.
Umar masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di Makkah, 40 tahun sebelum hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan. Moyangnya memegang jabatan duta besar dan leluhurnya adalah pedagang. Ia salah satu dari 17 orang Makkah yang terpelajar ketika kenabian dianugerahkan kepada Muhammad SAW.
Dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun.
Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.
Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, “Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita tidak bisa menyerang mereka. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: “Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin.”
Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi militer secara mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi militer untuk menghadapi kejahatan orang-orang Parsi, beliau yang merancang kopmposisi pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah dengan detailnya. Saat beliau menerima khabar hasil pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan berita gembira atas kemenangan tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Umar berpidato di hadapan penduduk Madinah: “Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin menjadikan Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya. Kepadaku telah dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan pemerintahan khilafah. Adalah tugasku membuat Anda senang dalam segala hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul keinginan barang sekalipun agar Anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik Anda bukan melalui perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan.”
Pada tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan tentara Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan buruk, pasukan Muslimin yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan sedih ia berteriak: “Selamat tinggal Syria,” dan dia mundur ke Konstantinopel.
Beberapa prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para pembantunya, Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya pada persamaan martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya.” Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.
Penaklukan Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal mengatakan: “Syria telah tunduk pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700 tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja terakhir Macedonia. Setelah kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku takluk, walaupun mereka masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang Romawi membangun sebuah rintangan yang tidak bisa dilalui, antara daerahnya dan daerah orang Muslim. Mereka juga mengubah sisa tanah luas miliknya di perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota di jalur itu dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke wilayah yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap sebagai perbuatan orang Arab Muslim yang biadab sesungguhnya hasil kebiadaban Byzantium.” Namun kebijaksanaan bumi hangus yang sembrono itu ternyata tidak dapat menghalangi gelombang maju pasukan Muslimin. Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara Muslim melewati Tarsus, dan maju sampai ke pantai Laut Hitam.
Menurut sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah mencapai Dataran Debal di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah menghalangi tentaranya maju lebih ke timur dari Mekran. Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor yang menentukan kemenangan besar operasai militer Muslimin yang diraih dalam waktu yang begitu singkat. Kita ketahui, selama pemerintahan khalifah yang kedua, orang Islam memerintah daerah yang sangat luas. Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran, dan sebagian Baluchistan. Pernah sekelompok orang Arab yang bersenjata tidak lengkap dan tidak terlatih berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia. Apa yang memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi SAW. telah menanamkan semangat baru kepada pengikut agama baru itu. Mereka merasa berjuang hanya demi Allah semata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam memilih para jenderalnya dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan kepada bangsa-bangsa yang ditaklukan telah membantu terciptanya serangkaian kemenangan bagi kaum Muslimin yang dicapai dalam waktu sangat singkat.
Bila diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Umar al-Faruq, kendati berada ribuan mil dari medan perang, berhasil menuntun pasukannya dan mengawasi gerakan pasukan musuh. Suatu kelebihan anugerah Allah yang luar biasa. Dalam menaklukan musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa yang kalah perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasi secara efisien. Ia melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.
Berbeda dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan Alexander, Caesar, Atilla, Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model Umar bersifat badani dan rohani. Ketika Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia memerintahkan para jenderalnya melakukan pembunuhan massal, dan menggantung seribu warga negara terhormat pada dinding kota. Demikian pula ketika dia menaklukan Astakher, sebuah kota di Parsi, dia memerintahkan memenggal kepala semua laki-laki. Raja zalim seperti Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan lebih ganas lagi. Tetapi imperium mereka yang luas itu hancur berkeping-keping begitu sang raja meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeda sifatnya. Kebijaksanaannya yang arif, dan administrasi yang efisien, membantu mengonsolidasikan kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai masa kini pun, setelah melewati lebih dari 1.400 tahun, negara-negara yang ditaklukannya masih berada di tangan orang Muslim. Umar al-Faruk sesungguhnya penakluk terbesar yang pernah dihasilkan sejarah.
Sifat mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah memperkuat kepercayaan kaum non Muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz, pemimpin Parsi yang menjadi musuh bebuyutan kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan di bawa menghadap Khalifah di Madinah. Ia sadar kepalanya pasti akan dipenggal karena dosanya sebagai pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia tampaknya merencanakan sesuatu, dan meminta segelas air. Permohonannya dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau minum air yang dihidangkan. Dia rupanya merasa akan dibunuh selagi mereguk minuman, Khalifah meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz meminum air tadi. Hurmuz yang cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia lalu berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari Khalifah, dia tidak akan minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan dengan kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.
Khalifah Umar pernah berkata, “Kata-kata seorang Muslim biasa sama beratnya dengan ucapan komandannya atau khalifahnya.” Demokrasi sejati seperti ini diajarkan dan dilaksanakan selama kekhalifahan ar-rosyidin hampir tidak ada persamaannya dalam sejarah umat manusia. Islam sebagai agama yang demokratis, seperti digariskan Al-Qur’an, dengan tegas meletakkan dasar kehidupan demokrasi dalam kehidupan Muslimin, dan dengan demikian setiap masalah kenegaraan harus dilaksanakan melalui konsultasi dan perundingan. Muhammad SAW sendiri tidak pernah mengambil keputusan penting tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam Islam yang ditanam Nabi dan dipelihara oleh Abu Bakar mencapai puncaknya pada jaman Khalifah Umar. Semasa pemerintahan Umar telah dibentuk dua badan penasehat. Badan penasehat yang satu merupakan sidang umum yang diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi adalah badan khusus yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal rutin dan penting. Bahkan masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai sipil serta lainnya dapat dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.
Umar hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan tindakan-tindakannya. Suatu ketika ia berkata: “Aku tidak berkuasa apa pun terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai petugas penjaga milik yatim piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi kalian, kalian harus mengawasi dan menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.” Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: “O, Umar, takutlah kepada Tuhan.” Para hadirin bermaksud membungkam orang itu, tapi Khalifah mencegahnya sambil berkata: “Jika sikap jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika kita tidak mendengarkannya, kita akan seperti mereka.” Suatu kebebasan menyampaikan pendapat telah dipraktekan dengan baik. Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah berkata: “Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda.”
Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani pernyataan yang mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal bebas menghadapnya setiap saat.” Menurut pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah daftar barang bergerak dan tidak bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar itu akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan penguasa tersebut harus mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang bertambah dengan sangat mencolok. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab ul-Kharaj, setiap orang berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat tersebut mendapat ganjaran hukuman.
Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: “Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (divan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar) yang dikemudian hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan kantor kadi (qazi), semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula seperangkat peraturan, seperti sembahyang tarawih di bulan Ramadhan, keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina.”
dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk “Diwan” (departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara. Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber : Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang berharta. Kharaj atau pajak bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak yang disebut terakhir, yang membuat Islam banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya pernah berlaku di kerajaan Romawi dan Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang non Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari pada yang dibebankan pada kaum Muslimin. Khalifah menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi). Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah wafatnya Umar.
Ia memperkenalkan reform (penataan) yang luas di lapangan pertanian, hal yang bahkan tidak terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman modern ini. Salah satu dari reform itu ialah penghapusan zamindari (tuan tanah), sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang mencekik petani penggarap. Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan Mesir, mereka menyita tanah petani dan membagi-bagikannya kepada anggota tentara, kaum ningrat, gereja, dan anggota keluarga kerajaan. Sejarawan Perancis mencatat: “Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan mengadakan land reform sangat banyak pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan mereka di bidang kemiliteran.” Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja lebih dari 20.000 pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang tahun. Sejumlah kanal di bangun di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah kanal bernama “Nahr Amiril Mukminin,” yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, dibangun untuk menjamin pengangkutan padi secara cepat dari Mesir ke Tanah Suci.
Selama masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, “Dahulu hakim diangkat dan sekarang pun masih diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena undang-undang menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan para gubernur dikuasakan menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan usianya yang masih sangat muda, Islam telah mengumandangkan dalam kata dan perbuatan, pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif.” Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju, sekalipun di zaman modern ini.
Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terbiasa meminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal. Cemeti yang dipakai menghukum Abu Syahma ditancapkan di atas kuburan anak itu.
Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpatik terhadap warganya yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: “Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan tidak dianiaya dengan cara apa pun.” Menurut Imam Syafi’i ketika Khalifah mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengijinkan ahli waris almarhum menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.
Khalifah Umar juga mengajak orang non Muslim berkonsultasi tentang sejumlah masalah kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam wasiatnya yang terakhir Umar memerintahkan kaum Muslimin menepati sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada non Muslim, melindungi harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan memaafkan penghianatan mereka, yang dalam sebuah pemerintahan beradab di zaman sekarang pun tidak akan mentolerirnya. Orang Kristen dan Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar orang Muslimin kembali ke negeri mereka. Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak perlindungan bagi kaum non Muslim, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang non Muslim, yang bergabung dengan tentara Muslimin.
Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.
Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?” Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, “Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?” “Tidak,” Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.
Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, “Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?” Seorang laki-laki bangkit dan berkata, “Anda akan kami pancung.” Umar berkata lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?” “Ya, berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku.”
Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Nabi saw dan Abu Bakar as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
3. Utsman bin Affan,
Sebuah Hadits yang menggambarkan pribadi Utsman : “Orang yang paling kasih sayang diantara ummatku adalah Abu Bakar, dan paling teguh dalam menjaga ajaran Allah adalah Umar, dan yang paling bersifat pemalu adalah Utsman. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, At Tirmidzi)
Utsman bin Affan (sekitar 574 – 656) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang merupakan Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin affan Al-Amawi Al-Quarisyi, berasal dari Bani Umayyah. Lahir pada tahun keenam tahun Gajah. Kira-kira lima tahun lebih muda dari Rasullulah SAW.
Nama panggilannya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain (yang punya dua cahaya). Beliau digelari Dzunnuraian karena Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Utsman; Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu.” Dari pernikahannya dengan Roqoyyah lahirlah anak laki-laki. Tapi tidak sampai besar anaknya meninggal ketika berumur 6 tahun pada tahun 4 Hijriah.
Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, yaitu sesudah Islamnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haristah. Beliau adalah salah satu sahabat besar dan utama Nabi Muhammad SAW, serta termasuk pula golongan as-Sabiqun al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu Islam dan beriman.
Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi dermawan. Beliau adalah seorang pedagang kain yang kaya raya, kekayaan ini beliau belanjakan guna mendapatkan keridhaan Allah, yaitu untuk pembangunan umat dan ketinggian Islam. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak dari pada orang arab lainya.
Ketika kaum kafir Quarisy melakukan penyiksaan terhadap umat islam, maka Utsman bin Affan diperintahkan untuk berhijrah ke Habsyah (Abyssinia, Ethiopia). Ikut juga bersama beliau sahabat Abu Khudzaifah, Zubir bin Awwam, Abdurahman bin Auf dan lain-lain. Setelah itu datang pula perintah Nabi SAW supaya beliau hijrah ke Madinah. Maka dengan tidak berfikir panjang lagi beliau tinggalkan harta kekayaan, usaha dagang dan rumah tangga guna memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Beliau Hijrah bersama-sama dengan kaum Muhajirin lainya.
Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah. Suasana sempat tegang ketika Utsman tak kenjung kembali. Kaum muslimin sampai membuat ikrar Rizwan – bersiap untuk mati bersama untuk menyelamatkan Utsman. Namun pertumpahan darah akhirnya tidak terjadi. Abu Sofyan lalu mengutus Suhail bin Amir untuk berunding dengan Nabi Muhammad SAW. Hasil perundingan dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah.
Semasa Nabi SAW masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh Nabi untuk menjadi walikota Madinah, semasa dua kali masa jabatan. Pertama pada perang Dzatir Riqa dan yang kedua kalinya, saat Nabi SAW sedang melancarkan perang Ghatfahan. Utsman bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang terkenal, tetapi jiwa sosial beliau tinggi. Beliau tidak segan-segan mengeluarkan kekayaanya untuk kepentingan Agama dan Masyarakat umum.
Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah atas dasar musyawarah dan keputusan sidang Panitia enam, yang anggotanya dipilih oleh khalifah Umar bin khatab sebelum beliau wafat. Keenam anggota panitia itu ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah.
Tiga hari setelah Umar bin khatab wafat, bersidanglah panitia enam ini. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa diantara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Sidangpun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Maka Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan yang tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H. Pengumuman dilakukan setelah selesai Shalat dimasjid Madinah.
Masa kekhalifannya merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Konon ceritanya sampai rakyatnya haji berkali-kali. Bahkan seorang budak dijual sesuai berdasarkan berat timbangannya. Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara. Hal ini belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Abu Bakar dan Umar bin Khatab biasanya mengadili suatu perkara di masjid.
Pada masanya, khutbah Idul fitri dan idul adha didahulukan sebelum sholat. Begitu juga adzhan pertama pada sholat Jum’at. Beliau memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk menghidupkan kembali tanah-tanah yang kosong untuk kepentingan pertanian. Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunnyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakai untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopelpun sempat dikepung.
Prestasi yang diperoleh selama beliau menjadi Khalifah antara lain :
1. Menaklukan Syiria, kemudian mengakat Mu’awiyah sebagai Gubernurnya.
2. Menaklukan Afrika Utara, dan mengakat Amr bin Ash sebagai Gubernur disana.
3. Menaklukan daerah Arjan dan Persia.
4. Menaklukan Khurasan dan Nashabur di Iran.
5. Memperluas Masjid Nabawi, Madinah dan Masjidil Haram, Mekkah.
6. Membakukan dan meresmikan mushaf yang disebut Mushaf Utsamani, yaitu kitab suci Al-qur’an yang dipakai oleh seluruh umat islam seluruh dunia sekarang ini. Khalifah Ustman membuat lima salinan dari Alquran ini dan menyebarkannya ke berbagai wilayah Islam.
7. Setiap hari jum’at beliau memerdekakan seorang budak (bila ada)
Pada mulanya pemerintahan Khalifah Utsman berjalan lancar. Hanya saja seorang Gubernur Kufah, yang bernama Mughirah bin Syu’bah dipecat oleh Khalifah Utsman dan diganti oleh Sa’ad bin Abi Waqqas, atas dasar wasiat khalifah Umar bin Khatab. Kemudian beliau memecat pula sebagian pejabat tinggi dan pembesar yang kurang baik, untuk mempermudah pengaturan, lowongan kursi para pejabat dan pembesar itu diisi dan diganti dengan famili-famili beliau yang kredibel (mempunyai kemampuan) dalam bidang tersebut.
Tindakan beliau yang terkesan nepotisme ini, mengundang protes dari orang-orang yang dipecat, maka datanglah gerombolan yang dipimpim oleh Abdulah bin Saba’ yang menuntut agar pejabat-pejabat dan para pembesar yang diangkat oleh Khalifah Utsman ini dipecat pula. Usulan-usulan Abdullah bin Saba’ ini ditolak oleh khalifah Utsman. Pada masa kekhalifan Utsman bin Affan-lah aliran Syiah lahir dan Abdullah Bin Saba’ disebut sebagai pencetus aliran Syi’ah tersebut.
Karena merasa sakit hati, Abdullah bin Saba’ kemudian membuat propoganda yang hebat dalam bentuk semboyan anti Bani Umayah, termasuk Utsman bin Affan. Seterusnya penduduk setempat banyak yang termakan hasutan Abdullah bin Saba’. Sebagai akibatnya, datanglah sejumlah besar (ribuan) penduduk daerah ke madinah yang menuntut kepada Khalifah, tuntutan dari banyak daerah ini tidak dikabulkan oleh khalifah, kecuali tuntutan dari Mesir, yaitu agar Utsman memecat Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah, dan menggantinya dengan Muhammad bin Abi Bakar.
Karena tuntutan orang mesir itu telah dikabulkan oleh khalifah, maka mereka kembali ke mesir, tetapi sebelum mereka kembali ke mesir, mereka bertemu dengan seseorang yang ternyata diketahui membawa surat yang mengatasnamakan Utsman bin Affan. Isinya adalah perintah agar Gubernur Mesir yang lama yaitu Abdulah bin Abi sarah membunuh Gubernur Muhammad Abi Bakar (Gubernur baru) Karena itu, mereka kembali lagi ke madinah untuk meminta tekad akan membunuh Khalifah karena merasa dipermainkan.
Setelah surat diperiksa, terungkap bahwa yang membuat surat itu adalah Marwan bin Hakam. Tetapi mereka melakukan pengepungan terhadap khalifah dan menuntut dua hal :
· Supaya Marwan bin Hakam di qishas (hukuman bunuh karena membunuh orang).
· Supaya Khalifah Utsman meletakan jabatan sebagai Khalifah.
Kedua tuntutan yang pertama, karena Marwan baru berencana membunuh dan belum benar-benar membunuh. Sedangkan tuntutan kedua, beliau berpegang pada pesan Rasullulah SAW; “Bahwasanya engkau Utsman akan mengenakan baju kebesaran. Apabila engkau telah mengenakan baju itu, janganlah engkau lepaskan” Setelah mengetahui bahwa khalifah Utsman tidak mau mengabulkan tuntutan mereka, maka mereka lanjutkan pengepungan atas beliau sampai empat puluh hari. Situasi dari hari kehari semakin memburuk. Rumah beliau dijaga ketat oleh sahabat-sahabat beliau, Ali bin Thalib, Zubair bin Awwam, Muhammad bin Thalhah, Hasan dan Husein bin Ali bin Abu Thalib. Karena kelembutan dan kasih sayangnya, beliau menanggapi pengepung-pengepung itu dengan sabar dan tutur kata yang santun.
Hingga suatu hari, tanpa diketahui oleh pengawal-pengawal rumah beliau, masuklah kepala gerombolan yaitu Muhammad bin Abu Bakar (Gubernur Mesir yang Baru) dan membunuh Utsman bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Dalam riwayat lain, disebutkan yang membunuh adalah Aswadan bin Hamrab dari Tujib, Mesir. Riwayat lain menyebutkan pembunuhnya adalah Al Ghafiki dan Sudan bin Hamran. Beliau wafat pada bulan haji tahun 35 H. dalam usia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
4. Ali bin Abi Thalib,
kecil adalah anak yang malang. Namun, kehadiran Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega ia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tak mampu mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tak pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.
Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya. Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, ia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya (Rasulullah), karena ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".
Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam. Kecintaan Ali pada Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan ia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.
Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa". Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.
Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.
Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul, jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."
Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul, jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."
Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi Rasulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis.
Perang Uhud meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah, sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah. Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan manifestasi seluruh kekufuran”.
Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari kiamat kelak”.
Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang Tabuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.
Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.
Kenangan Bersama Fatimah Az-Zahra
Sejatinya, sosok Fatimah telah lama ada di hati Ali. Ali-lah yang mengantarkan Fatimah kecil meninggalkan Mekkah menyusul ayahnya yang telah dulu hijrah. Ali pula yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa Fatimah menangis tersedu-sedu setiap kali Rasulullah dizhalimi. Ali bisa merasakan betapa pedihnya hati fatimah saat ia membersihkan kotoran kambing dari punggung ayahnya yang sedang sholat, yang dilemparkan dengan penuh kebencian oleh orang-orang kafir quraisy.
Bagi Fatimah, sosok rasulullah, ayahnya, adalah sosok yang paling dirindukannya. Meski hati sedih bukan kepalang, duka tak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika. Bagi Fatimah, Rasulullah adalah inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan. Fatimah belajar sabar, karena Rasulullah telah menanamkan makna kesabaran melalui deraan dan fitnah yang diterimanya di sepanjang hidupnya. Dan Ali merasakan itu semua. Karena ia tumbuh dan besar di tengah-tengah mereka berdua. Maka, saat Rasulullah mempercayakan Fatimah pada dirinya, sebagai belahan jiwanya, sebagai teman mengarungi kehidupan, maka saat itulah hari paling bersejarah bagi dirinya. Sebab, sesungguhnya, Fatimah bagi Ali adalah seperti bunda Khodijah bagi Rasulullah. Sangat istimewa.
Suka duka, yang lebih banyak dukanya mereka lewati bersama. Dua hari setelah kelahiran Hasan, putra pertama mereka, Ali harus berangkat pergi ke medan perang bersama Rasulullah. Ali tidak pernah benar-benar bisa mencurahkan seluruh cintanya buat Fatimah juga anaknya. Ada mulut-mulut umat yang menganga yang juga menanti cinta sang khalifah. Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan yang sampai mengguncang langit. Penduduk langit bahkan sampai ikut menangis karenanya. Berhari-hari tak ada makanan di meja makan. Puasa tiga hari berturut-turut karena ketiadaan makanan pernah hinggap dalam kehidupan mereka. Tengoklah Ali, dia sedang menimba air di pojokkan sana, Setiap timba yang bisa angkat, dihargai dengan sebutir kurma. Hasan dan Husein bukan main riangnya mendapatkan sekerat kurma dari sang ayah. Walaupun demikian tak pernah ada keluk kesah dari mulut mereka. Bahkan, mereka masih bisa bersedekah. Rasulullah tak mampu menahan tangisnya saat mengetahui Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, ketika kedatangan pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Rasulullah, yang perkasa itu, tak mampu menyembunyikan betapa air matanya menetes satu persatu terutama mengingat bahwa kalung itu begitu khusus maknanya bagi dirinya dan fatimah rela melepasnya, demi menyelamatkan perut seorang pengemis yang lapar, yang bahkan tidak pula dikenalnya.
Dan lihatlah langit tak diam. Mereka telah menyusun rencana. Hingga, melalui tangan para sahabat, kalung itu akhirnya kembali ke Fatimah. Sang pengemis, budak belaian itu bisa pulang dalam keadaan kenyang, dan punya bekal pulang, menjadi hamba yang merdeka pula. Dan yang terpenting adalah kalung itu telah kembali ke lehernya yang paling berhak yaitu Fatimah.
Namun, waktu terus berjalan. Cinta di dunia tidaklah pernah abadi. Sebab jasad terbatasi oleh usia. Mati. Sepeninggal Rasulullah, Fatimah lebih sering berada dalam kesendirian. Ia bahkan sering sakit-sakitan. Sebuah kondisi yang sebelumnya tidak pernah terjadi saat rasulullah masih hidup. Fatimah seperti tak bisa menerima, mengapa kondisi umat begitu cepat berubah sepeninggal ayahnya. Fatimah merasa telah kehilangan sesuatu yang bernama cinta pada diri umat terhadap pemimpinnya. Dan ia semakin menderita karenanya setiap kali ia terkenang pada sosok yang dirindukannya, Rasulullah SAW.
Pada masa ketika kekalutan tengah berada di puncaknya, Fatimah teringat pada sepenggal kalimat rahasia ayahnya. Pada detik-detik kematian Rasulullah...di tengah isak tangis Fatimah...Rasulullah membisikkan sesuatu pada Fatimah, yang dengan itu telah berhasil membuat Fatimah tersenyum. Senyum yang tak bisa terbaca. Pesan Rasulullah itu sangatlah rahasia, dia hanya bisa terkatakan nanti setelah Rasulullah wafat atau saat Fatimah seperti sekarang ini...terbujur di pembaringan. Ya, Rasulullah berkata, "Sepeninggalku, diantara bait-ku (keluargaku), engkaulah yang pertama-tama akan menyusulku...". Kini, Fatimah telah menunggu masa itu. Ia telah sedemikian rindu dengan ayahanda pujaan hatinya. Setelah menatap mata suaminya, dan menggenggam erat tangannya seakan-akan ingin berkata, "kutunggu dirimu nanti di surga...bersama ayah...", Fatimah Az-Zahro menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya dalam deraian air mata, Ali menguburkan jasad istrinya tercinta itu yang masih belia itu sendiri di tengah malam buta. Ali tidak ingin membagi perasaannya itu dengan orang lain. Mereka berdua larut dalam keheningan yang hanya mereka berdua yang tahu. Lama Ali terpekur di gundukan tanah merah yang baru saja dibuatnya. Setiap katanya adalah setiap tetes air matanya. Mengalir begitu deras. Hingga kemudian, dengan dua tangan terkepal. Ali bangkit berdiri...dan berteriak sekeras-sekerasnya sambil menghadap langit.... " A L L A H U A K B A R".
Pertempuran Antar Sahabat
Amirul Mukminin Ali ra., kemudian berkonsentrasi membenahi kondisi umat. Terutama pada sisi administrasi pemerintahan, ekonomi dan stabilitas pertahanan. Beberapa reformasi fundamental, seperti penggantian pejabat dan pengambilan kembali harta yang pernah diberikan oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan) menyulut kontroversi. Terutama, dalam kacamata awam, Ali tak pula kunjung menyeret pelaku pembunuhan Khalifah Ustman ke pengadilan. Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.
Ali tidak pandang bulu. Baginya hukum menyentuh siapa saja. Tidak ada istilah 'orang kuat' di mata Ali. Bagi beliau, "orang lemah terlihat kuat dimataku, saat aku harus berjuang keras mengembalikan hak miliknya yang terampas. Orang kuat terlihat lemah di mataku, saat aku terpaksa mengambil sesuatu darinya yang bukan menjadi haknya".
Di masa Khalifah Ali, pusat pemerintahan di pindahkan ke Kuffah. Dari sini kemudian ia mengendalikan wilayah Islam, yang saat itu telah meluas termasuk Syam. Kondisi saat itu benar-benar membutuhkan ketegasan. Sebagai khalifah terakhir dalam bingkai Khulafa Ar-rasyidin, Ali dihadapkan pada masa pelik. Dimana akar dari permasalahannya adalah makin bertambahnya Islam dari segi jumlah namun makin berkurang pula dari segi kualitas. Interest pribadi (nafs), kesukuan (nasionalisme sempit) yang dibalut atas nama agama, menjadi awal mulanya masa kemunduran Islam.
Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.
Berikutnya adalah Perang Shiffin. Bermula dari Gubernur Syam, Muawiyyah bin Abu Sofyan yang menyatakan penolakannya atas keputusan Ali mengganti dirinya sebagai gubernur. Kondisi serba tak taat ini membuat Ali masygul. Mereka bertemu dalam Perang Siffin. Dan di saat-saat memasuki kekalahannya, pasukan Syam kemudian mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi dengan tombaknya, yang membuat pasukan Kufah menghentikan serangan. Dengan cara itu, kemudian dibukalah pintu dialog. Perundingan inilah yang kemudian membawa babak baru dalam kehidupan Ali, bahkan dunia Islam hingga saat ini. Sebuah tahkim (arbitrase) yang menurut sebagian pihak membuat Ali di bagian pihak yang kalah, namun menunjukkan kemuliaan hati Ali di sisi lain. Syam mengutus Amru Bin 'Ash yang terkenal dengan negosiasinya dan Ali mengutus Abu Musa Asyari, yang terkenal dengan kejujurannya. Ali nampak betul-betul berharap terhadap perundingan ini dan menghasilkan traktat yang membawa kedamaian diantara keduanya. Namun, kelihaian mengolah kata-kata dari pihak Syam membuat arbitrase itu seperti mengukuhkan kemunduran Ali sebagai khalifah dan menggantikannya dengan Muawiyah. Dan ini menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa elemen di pasukan Ali. Dari sini, lahirlah para Khawarij yang kelak kemudian, bertanggung jawab terhadap kematian Khalifah Ali.
Khawarij itu, Tiga untuk Tiga. Mereka membentuk tim berisi tiga orang yang tugasnya membunuh tiga orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap perundingan tersebut. Abdurahman bin Muljam ditugasi untuk membunuh Ali bin Thalib, Amr bin Abi Bakar ditugasi untuk membunuh Muawiyah, dan Amir bin Bakar ditugasi untuk membunuh Amr bin Ash. Mereka kemudian gagal membunuh tokoh-tokoh ini, kecuali Abdurahman bin Muljam.
Menjelang wafatnya Khalifah Ali ra, Ali sempat bermuram durja. Sebab, penduduk Kuffah termakan propaganda dan kehilangan ketaatan kepada dirinya. Saat Ali meminta warga Kuffah untuk mempersiapkan diri menyerbu Syam, namun warga Kuffah tak terlalu menanggapi seruan itu. Ini berdampak psikologis amat berat bagi Ali. Tidak hanya sekali dua kali. tapi acapkali seruan Khalifah Ali di anggap angin lalu oleh warga Kufah. Karena itu, Ali sempat berkata," “Aku terjebak di tengah orang-orang tidak menaati perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang tidak mengerti kesetiaan! Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun untuk membela agama Allah? Mana agama yang kalian yakini dan mana kecemburuan yang bisa membangkitkan amarah kalian?”. Pada kesempatan yang lain beliau juga berkata, “Wahai umat yang jika aku perintah tidak menggubris perintahku, dan jika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalah orang-orang yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketika diserang. Jika sekelompok orang datang dengan pemimpinnya, kalian cerca mereka, dan jika terpaksa melakukan pekerjaan berat, kalian menyerah. Aku tidak lagi merasa nyaman berada di tengah-tengah kalian. Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara.” Pernyataan pedih mewakili hati yang pedih. Dalam kehidupan kekinian, mungkin bertebaran di tengah-tengah kita pemimpin-pemimpin baru atau anak-anak muda berjiwa pembaharu yang dalam hatinya sama dengan dalamnya hati Ali ra saat mengucapkan kalimat itu. Mereka menawarkan jalan cerah tapi, kita umatnya memilih kegelapan yang nampak menyilaukan. Kita abaikan terhadap ajakan mereka, dan malah mungkin memusuhinya mengisolasinya.
Usaha Khalifah Ali ra untuk menyusun kembali peta kekuatan Islam sebenarnya telah diambang keberhasilan. Satu demi satu yang dulunya tercerai berai telah kembali berikrar setia pada beliau. Namun, Allah berkehendak lain, setelah berjuang keras sekitar 5 tahun menjaga amanah kepemimpinan umat, dan setelah melewati berbagai fitnah dan deraan, Khalifah Ali menyusul kekasih hatinya, Rasulullah SAW dan FAtimah Az-Zahra menghadap Sang Pencipta, Allah SWT.
Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun 40 H, saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat tepat di atas dahinya. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid. “Fuztu wa rabbil ka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”, sabda Ali di tengah cucuran darah yang mengalir. Dua hari setelahnya, Khalifah Ali wafat. Ia menemui kesyahidan seperti cita-citanya. Seperti istrinya, Ali juga dimakamkan diam-diam di gelap malam oleh keluarganya di luar kota Kuffah.
Di detik-detik kematiannya, bibir beliau berulang-ulang mengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.” yang artinya, “Siapapun yang melakukan kebaikan sebiji atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya, dan siapa saja melakukan keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akan mendapatkan balasannya.”
Beliau sempat pula mewasiatkan nasehat kepada keluarganya dan juga umat muslim. Di antaranya : menjalin hubungan sanak keluaga atau silaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang agama, melaksanakan ibadah haji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah, serta menjalankan amr maruf dan nahi munkar.
Islam telah ditinggalkan oleh satu lagi putra terbaiknya. Pengalaman heroik hidupnya telah melahirkan begitu banyak kata-kata mulia yang mungkin akan pula menjadi abadi. Ia menjadi inspirasi bagi setiap pemimpin yang ingin membawa bumi ini pada ketundukan kepada Allah SWT. Saat ia dicerca dari banyak arah, lahirlah perkataan beliau : “Cercaan para pencerca tidak akan melemahkan semangat selama aku berada di jalan Allah”.
Saat beliau mesti menerima kenyataan pahit berperang dengan sahabatnya sendiri, dan juga mendapatkan persahabatan dari oarng yang dulunya menjadi musuh,lahirlah : "Cintailah sahabatmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi penentangmu pada suatu hari, dan bencilah musuhmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi sahabatmu pada suatu hari". Beliau juga sangat menghormati ilmu. Tidak terkira banyaknya, kalmat bijak yang keluar dari mulutnya tentang keutamaan mencari ilmu. Ia juga menyarankan orang untuk sejenak merenungi ilmu dan hikmah-hikmah kehidupan. Kata beliau, "Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik (dan jangan hanya menjadi penukil berita), penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit".
Khalifah Ali ra adalah sebuah legenda. Dan legenda tidak akan pernah mati. Bisa jadi, saat lilin-lilin di sekitar kita mulai padam satu persatu, dan kita kehilangan panduan karenanya, maka pejamkanlah saja sekalian matamu. Hadirkan para legenda-legenda Islam itu, termasuk beliau ini, dalam benakmu dan niscaya ia akan menjadi penerang bagimu seterang-terangnya cahaya yang pernah ada di muka bumi.
5. Thalhah bin Ubaidillah
Beliau masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra. Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy, ia memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua. Pada suatu ketika Thalhah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, "Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?" "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?" "Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu. Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, "Ada peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab mereka. ”Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," gumam Thalhah lirih. Setelah itu Thalhah langsung mencari Abu Bakar. "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul." Abu Bakar menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira' sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu Abu Bakar mengajak Thalhah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar RA selalu teringat pada Thalhah. Ia berkata, "Perang Uhud adalah harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah SAW. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini." Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari (70) tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus." Diceritakan ketika tentara Muslim terdesak mundur dan Rasulullah SAW dalam bahaya akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam menjaga pos-pos di bukit, di saat itu pasukan musyrikin bagai kesetanan merangsek maju untuk melumat tentara muslim dan Rasulullah SAW, terbayang di pikiran mereka kekalahan yang amat memalukan di perang Badar. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar dan berniat akan membunuh dan memotong-motong dengan sadis. Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat, mereka terus mencari Rasulullah SAW. Tetapi kaum muslimin dengan sekuat tenaga melindungi Rasulullah SAW, melindungi dengan tubuhnya dengan daya upaya, mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah. Tombak dan panah menghunjam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau, ya Rasulullah". Salah satu diantara mujahid yang melindungi Nabi SAW adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya berdarah. Dipeluknya Beliau dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya bagai laron yang tidak memperdulikan maut. Alhamdulillah, Rasulullah selamat. Thalhah memang merupakan salah satu pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi membela Nabi SAW. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena ALLAH menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama ALLAH. Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas. Alhamdulillah, Rasulullah selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah ibuku." Nabi SAW tersenyum dan berkata, " Engkau adalah Thalhah kebajikan." Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, " Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh ...." Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan "Burung elang hari Uhud."
Keteladanan Thalhah Bin Ubaidillah
Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia
Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan orang-orang sesukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah, yaitu ibu Thalhah, Ash-Sha'bah binti Al-Hadramy. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar dan Thalhah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar dan Thalhah digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.
Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup. Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud. Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin. "Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah. "Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku wahai Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, "Sekarang engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas. Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah. Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, maka beliau selalu menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya. Hingga akhir hayatnya, perjuangan sahabat mulia itu tak kenal henti. Sebuah sejarah besar diukir, sejarah itu bernama Thalhah bin Ubaidillah."
Thalhah Al-Jaud wal Fayyadh - Pribadi yang Pemurah dan Dermawan
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, " Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?" Maka istrinya berkata, "Uang yang ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin." Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun. Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,sandang dan pangannya." Jaabir bin Abdullah bertutur, " Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta. Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", " Thalhah kebaikan dan kebajikan".
Wafatnya Thalhah
Talhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah bersamaan 656 Masehi. Thalhah wafat pada usia 60 (enam puluh) tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra. Beliau meninggal dunia terkena panah pada peperangan Jamal. Sewaktu terjadi pertempuran "Aljamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali Ra dan Ali Ra memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat. Tidak ada kegembiraan paling diharapkan sahabat Rasulullah SAW, melebihi kedudukan yang disandangkan Baginda kepada Thalhah bin Ubaidillah yang tidak hairanlah hatinya tenteram mendengar kata-kata itu. Dialah insan yang akan hidup dan mati termasuk salah seorang mereka yang menepati benar apa dijanjikan Allah, dan dia tidak terkena fitnah dan tidak mendapat kesukaran.
Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat Ra, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi maka lihatlah Thalhah. Hal itu juga dikatakan ALLAH dalam firmanNya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada ALLAH, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)
6. Azzubair bin Awwam,
Sahabat yang berikutnya, adalah sahabat karib dari Thalhah. Beliau muslim pada usia lima belas tahun dan hjrah pada usia delapan belas tahun, dengan siksaan yang ia terima dari pamannya sendiri. Kepahlawanan Azzubair ibnul Awwam pertama terlihat dalam Badar saat ia berhadapan dengan Ubaidah bin Said Ibnul Ash. Azzubair ibnul Awwam berhasil menombak kedua matanya sehingga akhirnya ia tersungkur tak bergerak lagi, hal ini membuat pasukan Quraisy ketakutan.
Rasulullah sangat mencintai Azzubair ibnul Awwam beliau pernah bersabda, ”Setiap nabi memiliki pengikut pendamping yang setia (hawari), dan hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam.” Azzubair ibnul Awwam adalah suami Asma binti Abu Bakar yang mengantarkan makanan pada Rasul saat beliau hijrah bersama ayahnya. Pada masa pemerintahan Umar, saat panglima perang menghadapi tentara Romawi di Mesir Amr bin Ash meminta bala bantuan pada Amirul Mu’minin, Umar mengirimkan empat ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan, dan ia menulis surat yang isinya, ”Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat terkemuka dan masing-masing bernilai seribu orang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu? Mereka adalah Ubadah ibnu Assamit, Almiqdaad ibnul Aswad, Maslamah bin Mukhalid, dan Azzubair bin Awwam.” Demikianlah dengan izin Allah, pasukan kaum muslimin berhasil meraih kemenangan.
Setiap tersebut nama Thalhah, pastilah disebut orang nama Zubair. Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula nama Thalhah, Maka sewaktu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mempersaudarakan para shahabatnya di Mekah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair. Sudah semenjak lama Muhammad SAW memperkatakan keduanya secara bersamaan, seperti kata beliau: "Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga''. Dan kedua mereka berhimpun bersama Rasul dalam kerabat dan keturunan. Thalhah dan Zubair, kedua mereka banyak persamaan satu sama lain dalam aliran kehidupan. Persamaan di antara keduanya sangat banyak dalam pertumbuhan di masa remaja, kekayaan, kedermawanan, keteguhan beragama dan kegagah-beranian.
Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, karena ia adalah dari golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan keislamannya, dan sebagai perintis telah memainkan peranannya yang penuh berkat di rumah Arqam. Usianya yaitu itu baru limabelas tahun. Dan begitulah ia telah diberi petunjuk, nur dan kebaikan selagi masih remaja . Ia benar-benar seorang penunggang kuda dan berani sejak kecilnya sehingga ahli sejarah menyebutnya bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Islam adalah Zubair bin 'Awwam.
Pada hari-hari pertama dari Islam, sementara Kaum Muslimin waktu itu sedikit sekali hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh. Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lain ia berjalan di jalan-jalan kota Mekah laksana tiupan angin kercang, padahal ia masih muda belia. Ia pergi mula-mula meneliti berita tersebut dengan bertekadad andainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskan-nya.
Di suatu tempat ketinggian kota mekah, Rasulullah menemukannya dan yang lain bertanya akan maksudnya. Zubair menyampaikan berita tersebut . Maka Rasulullah memohonkan bahagia dan mendu'akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya. Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menanggung adzab derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Zubair di bawah tekanan siksa: "Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini!"Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: "Tidak !... demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!" Padahal pada waktu itu ia belum menjadi pemuda teruna, masih belia bertulang lembut .
Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua, kemudian ia kembali, untuk menyertai ketinggalan semua peperangan bersama Rasulullah. Tak pernah ia ketinggalan dalam berperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan Zubair dan keperkasaannya. Kata salah seorang seorang shahabatnya yang telah menyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat hampir pada segenap bagian tubuhnya, demikian katanya: "Aku pernah menemani Zubair ibnul 'Awwam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah, Maka kataku kepadanya: "Demi Allah, telah kusaksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikit pun " Mendengar itu Zubair menjawab: "Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah".
Ketika perang Uhud usai dan pasukan Quuaisy berbalik kembali ke Mekah, ia diutus Rasul bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap Kaum Muslimin masih punya kekuatan, dan tidak terpikir lagi untuk kembali ke Madinah guna memulai peperangan yang baru. Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuhpuluh orang Muslimin. Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh ash-Shiddiq dan Zubair, membuat orang-orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah duga menilai kekuatan Kaum Muslimin, dan membuat mereka berfikir, bahwa pasukan perintis yang diPimpin oleh Zubair dan ash-Shiddiq dan tampak kuat, tak lain sebagai pendahuluan dari balatentara Rasul yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan dansyat. Karena itu mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan mengambil langkah seribu pulang ke Mekah.
Di samping Yarmuk, Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan. Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar menghadapi balatentara Romawi yang menggunung maju, ia meneriakkan "Allahu Akbar" dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat itu seorang diri dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang di tangan kanannya, menari-nari dan berputar bagaikan kincir, tak pernah melemah apalagi berhenti.
Dalam riwayat hidupnya telah dikemukakan:"bahwa ia tak pernah memerintah satu daerah pun, tidak pula mengumpul pajak atau bea cukai, pendeknya tak ada jabatannya yang lain kecuali berperang pada jalan Allah ". Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan kau lihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian di arena pertempuran, dan seolah-olah tanggung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri. Keistimewaannya sebagai pejuang, terlukis pada keteguhan hatinya dan kekuatan urat syarafnya. Ia menyaksikan gugur pamannya Hamzah di perang Uhud. Orang-orang musyrik telah menyayat-nyayat tubuhnya yang terbunuh itu dengan kejam, maka ia berdiri di mukanya dengan sikap satria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Tak ada fikirannya yang lain daripada mengadakan pembalasan yang setimpal, tapi wahyu segera datang melarang Rasul dan Muslimin hanya mengingat soal itu saja.
Dan sewaktu pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah mengirimnya bersama Ali bin Abi Thalib. Ia berdiri di muka benteng musuh yang kuat serta mengulang-ulang ucapannya: "Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak, akan kami tundukkan benteng mereka". Kemudian ia terjun ke dalam benteng hanya berdua saja dengan Ali dan dengan kekuatan urat syaraf yang mempesona, mereka berdua berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh yang bertahan dalam benteng, lain membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan-kawan mereka di luar
Di perang Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan musyrik dalam perang tersebut nama-nama Malik bin Auf, terlihat olehnya sesudah pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang Hunain, ia sedang berada di tengah-tengah gerombolan besar shahabat-shahabatnya bersama sisa pasukan yang kalah, maka secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang diri, dan dikucar -kacirkannya kesatuan meueka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan sebagai pangkalan untuk menyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena peperangan.
Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair luar biasa sekali, dan Rasulullah sangat membanggakannya, katanya: "Setiap Nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin 'Awwam '' Karena bukan saja ia saudara sepupunya dan suami dari Asma binti Abu Bakar yang empunya dua puteri semata, tapi iebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang Iuar biasa, keberaniannya yang perkasa, kepemurahannya yang tidak terkira dan pengurbanan diri dan hartanya untuk Allah Tuhan dari alam semesta. Sungguh, Hasan bin Tsabit telah melukiskan sifat-sifatnya ini dengan indah sekali, katanya:
"Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya. Menjadi pembelanya, sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.
Ia adalah seorang berkuda yang termasyhur, dan pahlawan yang gagah perkasa. Merajalela di medan perang dan ditakuti di setiap arena. Dengan Rasulullah mempuanyai pertalian darah dan masih berhubungan keluarga. Dan dalam membela Islam mempunyai jasa-jasa yang tidak terkira. Betapa banyaknya marabahaya yang mengancam Rasulullah Nabi al-Musthafa. Disingkirkan Zubair dengan ujung pedangnya, maka semoga Allah membalas jasa-jasanya"
Ia seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia. Keberanian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan. Ia telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalam berutang. Tawakkalnya kepada Allah merupakan dasar kepemurahannya, sumber keberanian dan pengurbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya, dan diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya.
Dalam perang Jamal Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahannya Sesudah ia menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangan, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh seorang pembunuh yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadap Tuhannya.
Si pembunuh itu pergi kepada Imam Ali, dengan maksud melaporkan tindakannya terhadap Zubair, dengan dugaan bahwa kabar itu akan membuat Ali bersenang hati, apalagi sambil menanggalkan pedang-pedang Zubair yang telah dirampasnya setelah melakukan kejahatan tersebut. Tetapi Ali berteriak demi mengetahui bahwa di muka pintu ada pembunuh Zubair yang minta izin masuk dan memerintahkan orang untuk mengusirnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Shafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka ". Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa shahabatnya, ia mencium dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya.
7. Abdurrahman bin Auf,
Ia merupakan seorang pedagang yang sukses, namun saat berhijrah ia meninggalkan semua harta yang telah ia usahakan sekian lama. Namun saat telah di Madinahpun beliau kembali menjadi seorang yang kaya raya, dan saat beliau meninggal, wasiat beliau adalah agar setiap peserta perang Badar yang masih hidup mendapat empat ratus dinar, sedang yang masih hidup saat itu sekitar seratus orang, termasuk Ali dan Utsman. Beliaupun berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada ummahatul muslimin, sehingga Aisyah berdoa: “Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga.”
Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.
Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang. Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu.
Ummul Mu'minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah ?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu'minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya. Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"
Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi saw. Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.
Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya". Kemudian ulasnya lagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla". Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar.
Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing. Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw. memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min. Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan. Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria, Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya. Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan.
Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat. Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak. Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam.
Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah. Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan, Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda..."
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan, Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda..."
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi Allah pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda. Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin. Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya: "Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".
8. Saad bin Abi Waqqash,
Ia merupakan orang pertama yang terkena panah fisabilillah, seorang yang keislamannya sangat dikecam oleh ibunya, namun tetap tabah, dan kukuh pada keislamannya.
Makkah kota tanpa ternak vegetasi atau sungai. setelah gurun Desert terpisah kota dari seluruh dunia. Pada siang hari panas matahari yang tak tertahankan dan malam masih dan kesepian. Tidak ada agama untuk membimbing orang kecuali satu yang dipromosikan penyembahan berhala batu.. Tidak ada pengetahuan kecuali kasih bagi puisi elegan. Inilah Mekah dan mereka adalah orang Arab. Di kota ini adalah orang muda yang belum melihat dua puluh musim panas. Dia pendek dan tegap dan memiliki tanaman yang sangat berat rambut. Orang-orang membandingkan dia singa muda. Dia berasal dari keluarga kaya dan mulia. Dia sangat melekat pada orangtuanya dan sangat mencintai ibunya. Dia menghabiskan banyak waktunya membuat dan memperbaiki busur dan anak panah dan berlatih memanah, seolah-olah mempersiapkan dirinya untuk beberapa pertemuan besar. Orang-orang mengenalinya sebagai pemuda cerdas dan serius. Dia tidak menemukan kepuasan dalam agama dan cara hidup kepercayaan dan praktek-praktek korup tidak menyenangkan. Namanya adalah Sa'ad bin Abi Waqqas.
Suatu pagi, Abu Bakar datang menghampirinya dan berbicara lembut kepadanya. Dia menjelaskan bahwa Muhammad Ibn Abdullah (sallallahu alaihi wa-sallam) telah diberikan Wahyu dan telah dikirim dengan agama petunjuk dan kebenaran. Abu Bakar kemudian membawanya ke Muhammad (sallallahu alaihi wa-sallam) di salah satu lembah-lembah Makkah. Saat itu sore dan Nabi baru saja menyelesaikan doa-doanya. Sa'ad sangat senang dan kewalahan dan siap untuk menanggapi undangan ke kebenaran dan agama Satu Tuhan. Fakta bahwa ia adalah salah satu orang pertama yang menerima Islam adalah sesuatu yang sangat menyenangkan hatinya. Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam) juga sangat senang ketika Sa'ad menjadi seorang Muslim. Dia melihat dalam dirinya tanda-tanda keunggulan. Fakta bahwa dia masih di masa mudanya berjanji hal-hal besar yang akan datang. Mungkin orang-orang muda lainnya dari Mekah akan mengikuti contoh nya, termasuk beberapa hubungan nya. Untuk Sa'ad bin Abi Waqqas sebenarnya ibu seorang paman Nabi karena ia berasal dari Bani Zuhrah, marga Aminah binti Wahb, ibunda Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam).
Suatu pagi, Abu Bakar datang menghampirinya dan berbicara lembut kepadanya. Dia menjelaskan bahwa Muhammad Ibn Abdullah (sallallahu alaihi wa-sallam) telah diberikan Wahyu dan telah dikirim dengan agama petunjuk dan kebenaran. Abu Bakar kemudian membawanya ke Muhammad (sallallahu alaihi wa-sallam) di salah satu lembah-lembah Makkah. Saat itu sore dan Nabi baru saja menyelesaikan doa-doanya. Sa'ad sangat senang dan kewalahan dan siap untuk menanggapi undangan ke kebenaran dan agama Satu Tuhan. Fakta bahwa ia adalah salah satu orang pertama yang menerima Islam adalah sesuatu yang sangat menyenangkan hatinya. Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam) juga sangat senang ketika Sa'ad menjadi seorang Muslim. Dia melihat dalam dirinya tanda-tanda keunggulan. Fakta bahwa dia masih di masa mudanya berjanji hal-hal besar yang akan datang. Mungkin orang-orang muda lainnya dari Mekah akan mengikuti contoh nya, termasuk beberapa hubungan nya. Untuk Sa'ad bin Abi Waqqas sebenarnya ibu seorang paman Nabi karena ia berasal dari Bani Zuhrah, marga Aminah binti Wahb, ibunda Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam).
Untuk alasan inilah dia kadang-kadang disebut 'Sa'ad pada Zuhrah, untuk membedakannya dari beberapa orang lain yang pertama bernama Sa'ad. Nabi itu dilaporkan senang dengan hubungan keluarganya untuk Sa'ad. Begitu saat ia duduk bersama teman-temannya, ia melihat Sa'ad mendekat dan ia berkata kepada mereka: "Ini adalah paman ibu saya. Mari kita melihat seorang laki-laki paman dari pihak ibu!". Sementara Nabi sangat senang dengan itu penerimaan Sa'ad Islam, yang lain termasuk dan terutama ibunya tidak. Sa'ad menceritakan: "Ketika Ibu mendengar berita tentang saya Islam, dia terbang ke dalam murka. Dia datang kepada saya dan berkata:" Hai Sa'ad! Apa ini agama bahwa Anda telah memeluk yang telah mengambil kamu dari agama ayah dan ibumu ...? Demi Tuhan, baik Anda meninggalkan agama baru Anda atau saya tidak akan makan atau minum sampai aku mati. Jantung Anda akan rusak dengan kesedihan bagi saya dan penyesalan akan mengkonsumsi Anda pada rekening akta, yang telah Anda lakukan dan orang-orang akan mencela Anda selamanya lagi. Jangan lakukan hal itu, ibuku," katanya, "karena aku tidak mau menyerah agama saya untuk apa pun”. Namun, kemudian ibunya melanjutkan usahanya dengan jalan memberikan sebuah ancaman, Selama berhari-hari ia tidak makan atau minum sehingga ibunya menjadi kurus kering dan lemah.
kemudian saad pergi bertanya kepada ibunya apakah ia harus membawakannya beberapa makanan atau minuman tapi ibunya terus-menerus menolak, bersikeras bahwa dia tidak akan makan atau minum sampai dia meninggal atau anaknya meninggalkan yang telah diyakininya. Aku berkata padanya," Yaa Ummaah! Meskipun cinta yang kuat saya untuk Anda, cintaku untuk Allah dan Rasul-Nya benar-benar kuat. Demi Allah, jika Anda memiliki ribuan jiwa dan masing-masing pergi satu demi satu, aku tidak akan meninggalkan agama ini untuk apa saja".
kemudian saad pergi bertanya kepada ibunya apakah ia harus membawakannya beberapa makanan atau minuman tapi ibunya terus-menerus menolak, bersikeras bahwa dia tidak akan makan atau minum sampai dia meninggal atau anaknya meninggalkan yang telah diyakininya. Aku berkata padanya," Yaa Ummaah! Meskipun cinta yang kuat saya untuk Anda, cintaku untuk Allah dan Rasul-Nya benar-benar kuat. Demi Allah, jika Anda memiliki ribuan jiwa dan masing-masing pergi satu demi satu, aku tidak akan meninggalkan agama ini untuk apa saja".
Ketika dia melihat bahwa aku bertekad dia terpaksa mengalah dan makan dan minum. Ini adalah mengenai's hubungan Sa'ad dengan ibunya dan usahanya untuk memaksa dia untuk menarik kembali imannya bahwa kata-kata dari Al-Qur'an diturunkan: "Dan kami diperintahkan pada manusia untuk menjadi baik untuk orang tuanya.. Di atas rasa sakit itu tidak ibu melahirkan dan menyapih dia mengambil dua tahun Jadi menunjukkan rasa terima kasih kepada-Ku dan kepada orang tua Anda. Untuk Aku adalah takdir akhir. Tetapi jika mereka berusaha untuk membuat Anda bergabung dalam ibadah dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang, patuhi mereka tidak ramah. Tapi berperilaku dengan mereka di dunia, dan mengikuti jalan orang yang berbalik kepada-Ku dalam pertobatan dan kepatuhan. Kemudian kepada-Ku akan kembali Anda, dan saya akan memberi tahu Anda apa yang Anda kerjakan. "[surahLuqman (31): 14-15]
Pada hari-hari awal Islam, kaum muslim berhati-hati untuk tidak membangkitkan kepekaan dari Quraisy. Mereka sering pergi bersama-sama dalam kelompok-kelompok ke lembah di luar Makkah di mana mereka bisa berdoa bersama tanpa terlihat. Suatu hari beberapa orang musyrik datang ke atas mereka sementara mereka berdoa dan diinterupsi dengan ejekan. Muslim merasa mereka tidak dapat menderita penghinaan ini pasif dan mereka datang untuk pukulan dengan orang-orang musyrik. Sa'ad bin Abi Waqqas memukul salah satu orang-orang kafir dengan tulang rahang unta dan melukainya. Ini adalah darah pertama ditumpahkan dalam konflik antara Islam dan kekufuran - konflik yang kemudian meningkat dan menguji kesabaran dan keberanian kaum muslimin.
Pada hari-hari awal Islam, kaum muslim berhati-hati untuk tidak membangkitkan kepekaan dari Quraisy. Mereka sering pergi bersama-sama dalam kelompok-kelompok ke lembah di luar Makkah di mana mereka bisa berdoa bersama tanpa terlihat. Suatu hari beberapa orang musyrik datang ke atas mereka sementara mereka berdoa dan diinterupsi dengan ejekan. Muslim merasa mereka tidak dapat menderita penghinaan ini pasif dan mereka datang untuk pukulan dengan orang-orang musyrik. Sa'ad bin Abi Waqqas memukul salah satu orang-orang kafir dengan tulang rahang unta dan melukainya. Ini adalah darah pertama ditumpahkan dalam konflik antara Islam dan kekufuran - konflik yang kemudian meningkat dan menguji kesabaran dan keberanian kaum muslimin.
Setelah kejadian itu, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk bersabar dan sabar untuk ini adalah perintah Allah: "Dan beruang dengan kesabaran apa yang mereka katakan dan menghindari mereka dengan martabat luhur. Dan biarkanlah Aku sendiri untuk berurusan dengan orang-orang yang memberikan berbohong kepada Kebenaran, mereka yang menikmati berkat-berkat kehidupan (tanpa memikirkan Allah) dan beri tangguhlah mereka untuk sementara waktu 71. "[Surah al-Muzzammil: 10]
Dia bertempur di Badar bersama-sama dengan saudaranya Umayr muda yang menangis diizinkan untuk menemani tentara Muslim karena ia hanya pada masa awal remajanya. Pada Pertempuran Uhud, Sa'ad adalah dipilih sebagai salah satu pemanah terbaik bersama-sama dengan Zaid, Saib bin Usman bin Mazun dan lain-lain. Sa'ad adalah salah satu dari mereka yang berjuang keras dalam membela Nabi setelah beberapa Muslim telah meninggalkan posisi mereka. Untuk mendesak dia, Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam) berkata: "Tembak, Sa'ad ... mungkin ayah dan ibuku menjadi tebusan Anda kesempatan." Tentu ini, Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa ia belum mendengar Nabi (sallallahu alaihi wa-sallam) menjanjikan seperti uang tebusan kepada siapa pun kecuali Sa'ad. Sa'ad juga dikenal sebagai rekan pertama yang ditembak panah dalam membela Islam.
Dan Nabi pernah berdoa untuk dia: "Ya Tuhan, langsung menembak dan menjawab doanya." adalah salah satu sahabat nabi yang diberkati dengan kekayaan yang besar. Sama seperti ia terkenal karena keberaniannya, sehingga ia terkenal karena kemurahan hatinya.
Selama haji perpisahan dengan Nabi, ia jatuh sakit. Nabi datang untuk mengunjungi dia dan Sa'ad berkata: "Wahai Allah?. Aku memiliki kekayaan dan saya hanya punya satu anak perempuan untuk mewarisi dari ini, Haruskah saya memberikan dua pertiga saya kekayaan sebagai Shadaqah ?", "Tidak," jawab Nabi. "Lalu, (akan saya berikan) setengah?." tanya Sa'ad dan Nabi lagi berkata 'tidak'. "Lalu, (akan saya berikan) yang ketiga?" tanya Sa'ad,. "Ya" kata Nabi ketiga. "ini banyak. Sesungguhnya meninggalkan ahli waris Anda mampu lebih baik dari itu Anda harus meninggalkan mereka bergantung pada dan mengemis dari orang-orang. “Jika Anda menghabiskan apa pun yang ingin mendapatkan kesenangan dengan demikian Allah, Anda akan dihargai untuk itu bahkan jika sepotong yang Anda simpan di dalam mulut istri Anda. " Sa'ad tidak tetap menjadi ayah hanya satu anak tetapi setelah itu diberkati dengan banyak anak. Sa'ad terutama yang terkenal sebagai-panglima tentara Islam yang kuat yang dikirim Umar menghadapi Persia di Qadisisyah. Umar ingin tidak kurang dari mengakhiri kekuasaan Sasania yang selama berabad-abad telah mendominasi wilayah tersebut.
Untuk menghadapi dan dilengkapi dengan baik berbagai Persia adalah tugas yang paling menakutkan. The most powerful force had to be mustered. Kekuatan yang paling berkuasa harus mengerahkan. Umar mengirim berita kepada gubernur Muslim di seluruh negara bagian untuk mengerahkan semua orang bisa bertubuh yang memiliki senjata atau gunung, atau yang memiliki bakat dan keterampilan pidato ke tempat di layanan pertempuran. Kaum dari Mujahidin kemudian berkumpul di al-Madinah dari setiap bagian dari domain Islam. Ketika mereka semua berkumpul. Umar berkonsultasi dengan Muslim terkemuka tentang penunjukan panglima tertinggi atas tentara yang kuat. Umar berpikir sendiri memimpin pasukan, tetapi Ali menyarankan bahwa Muslim sangat memerlukan dia dan dia tidak boleh membahayakan hidupnya. Sa'ad kemudian dipilih sebagai komandan dan Abdur-Rahman bin Auf, salah satu veteran di antara Sahabah berkata: "Anda telah memilih dengan baik?! Siapa yang ada seperti Sa'ad"
Umar berdiri di depan pasukan besar dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Untuk komandan-in-chief, ia berkata: "Hai Sa'ad! Mari tidak ada pernyataan bahwa Anda adalah paman Rasulullah atau bahwa Anda adalah sahabat Rasulullah mengalihkan perhatian Anda dari Allah SWT. Allah tidak tidak melenyapkan kejahatan dengan kejahatan tetapi dia menghapus keluar jahat dengan baik. "Hai Sa'ad! Tidak ada hubungan antara Allah dan siapapun kecuali ketaatan kepada-Nya. Di sisi Allah semua orang apakah bangsawan atau orang biasa adalah sama. Allah adalah Tuhan mereka dan mereka hamba-Nya mencari elevasi melalui taqwa dan berusaha mendapatkan apa yang dengan Allah melalui ketaatan. Pertimbangkan bagaimana Rasulullah digunakan untuk bertindak dengan Muslim dan bertindak sesuai ". Umar membuat jelas bahwa tentara itu tidak untuk mencari penaklukan demi dan bahwa ekspedisi itu bukan untuk mencari Di antara mereka adalah sembilan puluh sembilan veteran Badar, lebih dari tiga ratus orang-orang yang mengambil Gadai Ridwan di Hudaibiyyah dan tiga ratus orang-orang yang telah berpartisipasi dalam pembebasan Mekah dengan Nabi yang mulia.
Ada tujuh ratus anak-anak para sahabat. Ribuan perempuan juga pergi pada pertempuran sebagai pembantu dan perawat dan mendorong orang-orang pada pertempuran.. Terhadap mereka bangsa Persia telah memobilisasi kekuatan sebesar 120.000 orang di bawah kepemimpinan paling cemerlang komandan mereka, Rustum. Umar telah memerintahkan Sa'ad untuk mengirimkan berita-berita rutin tentang kondisi dan pergerakan pasukan Muslim, dan penyebaran memaksa musuh. Sa'ad menulis surat kepada Umar tentang gaya belum pernah terjadi sebelumnya bahwa Persia adalah memobilisasi dan Umar menulis kepadanya: "Jangan terganggu dengan apa yang Anda dengar tentang mereka atau tentang (kekuatan, peralatan dan metode) mereka akan mengerahkan terhadap Anda. Mintalah bantuan dengan Allah dan menaruh kepercayaan kepada-Nya dan mengirim orang wawasan, pengetahuan dan ketangguhan kepadanya (yang Chosroes) untuk mengundang dia untuk Allah ... Dan menulis kepada saya setiap hari. "
Sa'ad dipahami dengan baik gravitasi dari pertempuran yang akan datang dan terus berhubungan erat dengan komando tertinggi militer di al-Medinah. Sa'ad melakukan seperti yang diperintahkan Umar dan mengirim delegasi Muslim pertama yang Yazdagird dan kemudian ke Rustum, mengundang mereka untuk menerima Islam atau membayar jizyah yang menjamin perlindungan dan eksistensi damai atau memilih perang jika mereka diinginkan.
Delegasi Muslim pertama yang termasuk Numan bin Muqarrin diejek oleh Kaisar Persia, Yazdagird. Sa'ad mengirim delegasi ke Rustum, komandan pasukan Persia. Ini dipimpin oleh Aamir bin Rubiy yang, dengan tombak di tangan, langsung menuju ke's perkemahan Rustam. Rustam berkata kepadanya: "Rubiy! Apa yang Anda inginkan dari kami '.? Jika Anda ingin kekayaan kami akan memberi Anda Kami akan menyediakan Anda dengan ketentuan sampai Anda puas. Kami akan pakaian Anda. Kami akan membuat Anda kaya dan bahagia. Lihat , Rubiy! Apa yang Anda lihat dalam perakitan ini saya? ragu Tidak Anda melihat tanda-tanda kekayaan dan kemewahan, ini karpet, tirai halus, dinding bersulam emas, karpet sutra ... Apakah Anda memiliki keinginan bahwa kita harus memberikan beberapa kekayaan, yang kita pada Anda? "
Rustum sehingga ingin terkesan dan daya tarik dia dari tujuannya dengan ini menunjukkan kemakmuran dan kemegahan. Rubiy melihat dan mendengarkan bergeming dan lalu berkata: "Dengar, komandan Ya! Tentu Allah telah memilih kita bahwa melalui kita orang-orang ciptaan-Nya siapa yang Dia sehingga keinginan dapat ditarik menjauh dari pemujaan berhala kepada Tauhid (penegasan tentang kesatuan Allah ), dari batas sempit keasyikan dengan dunia ini untuk bentangan yang tak terbatas dan dari tirani penguasa ke pengadilan Islam. Siapa pun menerima bahwa dari kami kami siap menyambutnya siapa pun. Dan celana ketat kami, kami akan terang dia sampai janji Allah datang untuk lulus. " "Dan apa janji Allah kepada Anda bertanya?" Rustum. "Surga untuk martir kami dan kemenangan bagi mereka yang hidup." Rustum, tentu saja, tidak cenderung berbicara seperti mendengarkan dari orang malang yang tampaknya orang-orang seperti Persia yang dianggap barbar dan tidak beradab dan yang mereka telah ditaklukkan dan ditundukkan selama berabad-abad.
Delegasi Muslim pertama yang termasuk Numan bin Muqarrin diejek oleh Kaisar Persia, Yazdagird. Sa'ad mengirim delegasi ke Rustum, komandan pasukan Persia. Ini dipimpin oleh Aamir bin Rubiy yang, dengan tombak di tangan, langsung menuju ke's perkemahan Rustam. Rustam berkata kepadanya: "Rubiy! Apa yang Anda inginkan dari kami '.? Jika Anda ingin kekayaan kami akan memberi Anda Kami akan menyediakan Anda dengan ketentuan sampai Anda puas. Kami akan pakaian Anda. Kami akan membuat Anda kaya dan bahagia. Lihat , Rubiy! Apa yang Anda lihat dalam perakitan ini saya? ragu Tidak Anda melihat tanda-tanda kekayaan dan kemewahan, ini karpet, tirai halus, dinding bersulam emas, karpet sutra ... Apakah Anda memiliki keinginan bahwa kita harus memberikan beberapa kekayaan, yang kita pada Anda? "
Rustum sehingga ingin terkesan dan daya tarik dia dari tujuannya dengan ini menunjukkan kemakmuran dan kemegahan. Rubiy melihat dan mendengarkan bergeming dan lalu berkata: "Dengar, komandan Ya! Tentu Allah telah memilih kita bahwa melalui kita orang-orang ciptaan-Nya siapa yang Dia sehingga keinginan dapat ditarik menjauh dari pemujaan berhala kepada Tauhid (penegasan tentang kesatuan Allah ), dari batas sempit keasyikan dengan dunia ini untuk bentangan yang tak terbatas dan dari tirani penguasa ke pengadilan Islam. Siapa pun menerima bahwa dari kami kami siap menyambutnya siapa pun. Dan celana ketat kami, kami akan terang dia sampai janji Allah datang untuk lulus. " "Dan apa janji Allah kepada Anda bertanya?" Rustum. "Surga untuk martir kami dan kemenangan bagi mereka yang hidup." Rustum, tentu saja, tidak cenderung berbicara seperti mendengarkan dari orang malang yang tampaknya orang-orang seperti Persia yang dianggap barbar dan tidak beradab dan yang mereka telah ditaklukkan dan ditundukkan selama berabad-abad.
Delegasi Muslim kembali ke komandan mereka di-kepala. Sudah jelas bahwa sekarang perang tak terelakkan. Sa'ad mata berkaca-kaca. Dia berharap bahwa pertempuran bisa tertunda sedikit atau bahkan yang mungkin sudah agak lebih dini. Untuk di hari tertentu ia sakit parah dan hampir tidak bisa bergerak. Dia menderita penyakit pegal pd pinggang dan dia bahkan tidak bisa duduk tegak karena kesakitan. Sa'ad knew that this was going to be a bitter, harsh and bloody battle. Sa'ad tahu bahwa ini akan menjadi keras, dan pahit pertempuran berdarah. And for a brief moment he thought, if only... Dan untuk sesaat pikirnya, jika hanya ... but no! tapi tidak!
Rasulullah telah mengajarkan Muslim bahwa tidak satupun dari mereka harus mengatakan, "Jika ..." tersirat taktik dari layu dan tekad, dan berharap bahwa situasi mungkin akan berbeda bukan karakteristik orang percaya perusahaan. Jadi, meskipun sakit, Sa'ad bangkit dan berdiri di depan pasukannya dan ditangani mereka. Dia mulai pidatonya "Dan memang setelah didesak (manusia), Kami telah meletakkan itu di semua kebijaksanaan Ilahi bahwa hamba saleh kita akan mewarisi tanah itu]." [Surah al-Ambiya (21): 105]. Setelah ia menyelesaikan pidatonya, Sa'ad melakukan shalat dzuhur dengan tentara. Menghadapi mereka sekali lagi, ia berteriak, 'Allahu Akbar' empat kali dan diarahkan para pejuang untuk menyerang dengan kata, "Hayya ala barakatillah" Mengisi dengan berkat Allah. "
Berdiri di depan tendanya, Sa'ad diarahkan tentara dan mendorong mereka dengan teriakan Allahu Akbar (Allah Maha Besar) dan La hawla wa la illa billah quwata (tidak ada kekuasaan atau mungkin menyimpan dengan Allah). Selama empat hari pertempuran itu mengamuk. Muslim ditampilkan keberanian dan keterampilan. Tapi korps gajah Persia tempa malapetaka di barisan kaum muslimin.
Pertempuran ganas hanya diselesaikan ketika beberapa prajurit Muslim terkenal dibuat terburu-buru ke arah komandan Persia. Badai muncul dan kanopi Rustam meledak ke dalam sungai. Saat ia mencoba melarikan diri dia terdeteksi dan dibunuh. Lengkapi kebingungan memerintah antara Persia dan mereka melarikan diri dalam kekacauan. Hanya bagaimana pertempuran sengit itu bisa dibayangkan ketika diketahui bahwa dalam satu hari saja, sekitar dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia tentang kehilangan hidup mereka.
Pertempuran Qadisiyyab adalah salah satu pertempuran besar yang menentukan sejarah dunia. Ini disegel nasib Kekaisaran Sasania seperti Pertempuran Yarmuk telah duduk nasib Kekaisaran Bizantium di timur. Dua tahun setelah Qadisiyyah, Sa'ad melanjutkan untuk mengambil modal Sasania. Pada saat itu ia telah pulih kesehatannya. Dia tinggal sampai ia hampir delapan puluh tahun. Dia diberkati dengan harta banyak, tetapi sebagai saat kematian mendekati pada tahun 54 AH, dia meminta anaknya untuk membuka kotak di mana ia telah menyimpan program jubbah wol dan berkata: "Kain Kafan saya dalam hal ini, untuk di ini jubbah Saya bertemu dengan Mushrikin pada hari Badar dan di dalamnya aku ingin bertemu Allah SWT. "
9. Said bin Zaid,
Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abul A'waar lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah.
"Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau, yang diberi gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah menyekutukan Allah, juga tak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu Rasulullah saw mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad saw.
Adik ipar Umar ini, adalah orang yang dididik oleh seorang ayah yang beroleh bihayah Islam tanpa melalui kitab atau nabi mereka seperti halnya Salman Al Farisi, dan Abu Dzar Al Ghifari. Banyak orang yang lemah berkumpul di rumah mereka untuk memperoleh ketenteraman dan keamanan, serta penghilang rasa lapar, karena Said adalah seorang sahabat yang dermawan dan murah tangan.
Tidak mengherankan kalau Sa’id secepat itu memperkenankan seruan Muhammad. Sa’id lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yang mencela dan mengingkari kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy yang sesat itu. Sa’id dididik dalam kamar seorang ayah yang sepanjang hidupnya giat mencari agama yang hak. Bahkan dia mati ketika sedang berlari kepayahan mengejar agama yang hak.
Sa’id masuk Islam tidak seorang diri. Dia Islam bersama-sama isterinya, Fathimah binti Al Khatthab, adik perempuan ‘Umar bin Khatthab. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan diani’aya, dipaksa oleh kaumnya supaya kembali kepada agama mereka. Tetapi jangankan orang Quraisy berhasil mengembalikan Sa’id suami isteri kepada kepercayaan nenek moyang mereka, sebaliknya Sa’id dan isterinya sanggup menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot baik pisik maupun intelektualnya masuk ke dalam Islam. Mereka berdualah yang telah menyebabkan ‘Umar bin Khatthab masuk Islam.
Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail membaktikan segenap daya dan tenaganya yang muda untuk berkhidmat kepada Islam. Ketika dia masuk Islam umurnya belum lebih dari dua puluh tahun. Dia turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap peperangan, selain peperangan Badar. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya yang ditugaskan Rasulullah kepadanya. Dia turut mengambil bagian bersama-sama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra Persia dan menggulingkan ke Kaisaran Rum. Dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan dengan reputasi terpuji. Agakanya yang paling mengejutkan ialah reputasinya yang tercatat dalam peperangan Yarmuk. Marilah kita dengarkan sedikit kisahnya pada hari itu.
Berkata Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail, “Ketika terjadi perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris Pendeta-pendeta, Perwira-perwira tinggi/panglima-panglima, dan Paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suaru mengguntur.
Tatkala tentara kaum muslimin melihat musuh mereka seperti itu, kebanyakan mereka terkejut, lalu timbul takut di hati mereka. Abu ‘Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. Kata Abu ‘Ubaidah dalam pidatonya antara lain, “Wahai hamba-hamba Allah! Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan memberikan kekuatan kepada kamu!
“Wahai hamba-hamba Allah! Tabahkan hati kalian! Karena ketabahan adalah jalan lepas dari kekafiran; jalan mencapai keridhaan Allah, dan menolak kehinaan. “Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing. “Tunggu perintah saya selanjutnya! Insya Allah!”
Kemudian Sa’id melanjutkan ceritanya. Tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu ‘Ubaidah, “Saya ingin syahid sekarang. Adakah pesan-pesan Anda kepada Rasulullah?”
Jawab Abu ‘Ubaidah, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kami benar-benar terbukti!”
Sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu, saya lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Saya membanting diri ke tanah, dan berdiri di atas lutut saya. Saya bidikkan lembing saya, lalu saya tikam seorang melompat menghadang musuh. Tanpa terasa, perasaan takut lenyap dengan sendirinya di hati saya. Tentara muslimin bangkit menyerbu tentara Rum. Perang berkecamuk segera berkobar dengan hebat. Akhirnya Allah memenangkan kaum muslimin.
Rasulullah saw juga pernah mengutus beliau bersama Thalhah bin Ubaidillah untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang Badar yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin, kemudian keduanya pulang dan Rasulullah saw memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Said terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya, dan selalu mangikuti setiap peperangan.
Said bin Zaid adalah sahabat yang sangat terkenal dikalangan manusia, beliau mencintai mereka dan merekapun mencintainya, dan saat terjadi fitnah dikalangan umat Islam beliau tidak ikut di dalamnya, beliau sangat tekun dalam ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada-Nya hingga akhir hayatnya.
Sa’id bin menjadi wali kota Damsyiq
Sesudah itu Sa’id bin Zaid turut berperang menaklukkan Damsyiq. Setelah kaum muslimin memperlihatkan kepatuhan, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id menjadi Wali di sana. Dialah Wali Kota pertama dari kaum muslimin setelah kota itu dikuasai.
Di masa pemerintahan Bani Umaiyah, Sa’id bin Zaid dituduh merampas tanahnya yang saling berbatasan. Tuduhan tersebut digunjingkannya kepada kaum muslimin. Kemudian dia mengadu kepada Marwan bin Hakam Wali Kota Madinah ketika itu. Marwan mengirim beberapa petugas menanyakan kepada Sa’id tentang tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah ini merasa prihatin atas tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Kata Sa’id, “Dia menuduh saya menzaliminya (merampas tanahnya yang berbatas dengan tanah saya). Bagaimana mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah mendengar Rasulullah bersabda: ‘Siapa yang mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal, nanti di hari kiamat Allah akan memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya.’ Wahai Allah! Dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhannya itu palsu, butakanlah matanya dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya dengan saya. Buktikanlah kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak saya dan bahwa saya tidak pernah menzaliminya.”
Tidak berapa lama kemudian, terjadi banjir yang belum pernah terjadi seperti itu sebelumnya. Maka terbukalah tanda batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yang mereka perselisihkan. Kaum muslimin memperoleh bukti, Sa’idlah yang benar, sedangkan tuduhan wanita itu palsu. Hanya sebulan antaranya sesudah itu, wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketakannya, dia pun jatuh ke dalam sumur. Kata ‘Abdullah bin Umar, “Memang, ketika kami masih kanak-kanak, kami mendengar orang berkata bila mengutuk orang lain, ‘Dibutakan Allah kamu seperti Arwa.” Peristiwa itu sesungguhnya tidak begitu mengherankan. Karena Rasulullah pernah bersabda: “Takutilah do’a orang teraniaya. Karena antara dia dengan Allah tidak ada batas.”
Said bin Zaid meninggal pada umur 73 tahun, 51 tahun sesudah Hijrah di Madinah, Saad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar yang menolong masukkan jenazahnya ke dalam liang lahat.
10. Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah
Ibnul Jarrah adalah seoerang panglima yang cerita kemenangan dan suksesnya menjadi pembicaraan dunia. Ia adalah seorang yang mengesampingkan gemerlapnya dunia yang palsu dan menerjunkan dirinya ke dalam berabagai medan perang mencari mati syahid, tetapi selalu saja Allah memberinya hidup. Dia seorang yang kuat yang dapat dipercaya, yang pernah dipilih oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjadi guru di Najran dan salah seorang diantara sepuluh orang yang dinyatakan akan mendapatkan surga.
Dia adalah soerang panglima yang pernah memohon kepada Allah supaya hari terakhirnya ditentukan di tengah-tengah tentaranya. Allah berkenan mengabulkan permohonannya itu. Itulah garis-garis besar kepribadian amiinul ummah "kepercayaan umat Islam", Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah, penyebar kalimat "Allahu Akbar" di negeri Syam dan sekitarnya.
Ada orang yang bertanya kepada Abdullah bin Umar, "bagaimana dengan Ibnul Jarrah?". "Rahimahullah! Dia seorang yang selalu berwajah cerah, baik akhlaknya dan seorang pemalu", jawab Abdullah. Sejarah tidak mencatat masa-masa mudanya bersama dengan rekan-rekan sebayanya, tetapi sejarah merekam semua langkahnya ketika menuju ke Baitul Arqam, bergabung dengan kelompok orang-orang Mukmin yang telah memilih Islam sebagai agamanya, beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, dan menerima Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai nabi dan rasulNya.
Menurut sejarah, Ibnul Jarrah tergolong orang pertama yang menyambut seruan Islam. Ia bersama beberapa orang rekannya; Utsman bin Mazh'un, 'Ubaidah ibnul Harits bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, dan Abu Salamah bin Abdul Asad, pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebelum beliau membukan sekolah dan dakwahnya di Darul Arqam. Beliau menawarkan Islam kepada mereka dan membentangkan apa-apa yang berkenaan dengan agama itu, lalu mereka menerima tawaran itu dengan puas dan ikhlas. Sejak saat itulah, ia dan rekan-rekannya itu menjadi manusia baru, seakan-akan terputus hubungannya dengan manusia lama yang bergelimang kejahiliahan dalam keyakinan dan penyembahan berhala.
Pada waktu kaum Quraisy memaklumkan perang terhadap kelompok orang mukmin yang tiada berdaya dan berdosa, dengan melakukan pengejaran dan penyiksaan di luar abatas kemanusiaan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberikan izin kepada kelompok itu berhijrah ke Habasyah. Diantara para Muhajirin yang menyelamatkan agamanya dari keganasan kaum Quraisy itu ialah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
Meskipun sambutan dan penerimaan raja Habasyah sangat baik terhadap mereka, mereka diterima dengan hormat dan didekatkan dari majelisnya, semua kebutuhan dan hajat keluarganya dipenuhi, baik moral maupun material, namun semua itu tidak berarti bagi mereka daripada kehidupan di dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ; setiap hari mengikuti pelajaran dan bimbingannya, dalam upaya mempertebal keimanannya. Tidaklah heran, ketika mereka mendengar berita bahwa telah dicapai kesepakatan antara Muhammad dan kaum Quraisy, berita gembira itu membangkitkan semangat mereka untuk segera pulang kembali ke Mekkah tanpa mengecek kebenarannya lagi. Setibanya mereka disana, mereka malah mendapat penyiksaan yang lebih ganas dari kaum Quraisy, sampai ada diantaranya yang tewas oleh dendam hitam yang memenuhi lubuk hati musuh terhadap tunas dakwah yang baru merintis itu.
Akibat teror ganas kaum Quraisy itu, penduduk kota Mekkah hidup dalam ketakutan dan kegelisahan yang tiada terperikan. Ibnul Jarrah tak lama tinggal di Mekkah, begitu pula rekan-rekannya yang lain. Kaum Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berhasil keluar menembus kepungannya dan pergi berhijrah ke Yatsrib, tempat yang dijadikan model dan landasan bertolak nya Islam dan kaum Muslimin, negara tempat menggembleng para pahlawan, negarawan, alim ulama yang akan dilepaskan ke seluruh penjuru dunia untuk membimbing dan memimpin umat manusia ke jalan Tuhan Yang Maha Satu, dengan rasa puas dan ikhlas.
Jalan antara Mekkah dan Yatsrib menjadi saksi ketika Ibnul Jarrah melepaskan kendali kudanya menggulung bumi dan bersaing dengan angin, mengikuti jejak rekan-rekannya yang sudah mendahuluinya ke Yatsrib. Ketika sampai di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah, ia hampir tidak dikenal lagi karena debu padang pasir yang ditempuh tanpa henti hampir menutupi wajahnya. Setiba di sana, ia disambut baik oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Mu'az.
Saad bin Mu'az adalah orang yang telah mempersembahkan diri dan harta bendanya di jalan Allah dan tidak sudi berkompromi dengan kaum Yahudi, sesudah mereka mengkhianati perjanjian yang sudah mereka tanda tangani bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga ia terluka parah dalam perang Ahzab. Ia memohon kepada Allah Ta'ala agar jangan dimatikan sebelum matanya puas melihat Yahudi Bani Quraizhah dihukum. Ternyata, Allah mengabulkan doanya. Bani Quraizhah menolak keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan minta diputuskan oleh Sa'ad bin Mu'az, bekas sekutu mereka. Akhirnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meminta supaya Sa'ad memberikan keputusannya. Diputuskanlah; semua laki-laki Bani Quraizhah dibunuh, kaum wanita dan anak-anaknya ditawan dan harta bendanya dirampas.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkomentar atas keputusan Sa'ad itu, "engkau telah memberikan keputusan dengan hukum Allah dari atas langit yang ke tujuh".
Sejak menginjakkan kakinya di Yatsrib, sejak itu pulalah Abu 'Ubaidah mnganggap bumi itu sebagai tanah air agama dan dirinya yang harus dipertahankan mati-matian. Ia melakukan tugas kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini terlihat dari tidak pernah absennya di semua peperangan bersama dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam .
Dalam perang Badar, ia selaku tentara, harus senantiasa patuh kepada perintah panglimanya. Sebagai seorang mukmin, ia mempunyai pandangan, sikap dan garis tegas yaitu bahwa semua yang berperang di bawah panji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang mengucapkan kalimat tauhid, mereka adalah saudara, keluarga dan kawan-kawannya, meskipun berbeda asal-usul, warna kulit dan darahnya. Semua yang berperang di bawah bendera Quraisy atau sekutu mereka, mereka adalah musuh aqidah dan lawan dirinya, meskipun mereka keluarga terdekatnya.
Dengan logika dan pemahaman seperti itu terhadap aqidah dan agamanya, dan perannya sebagai seorang mukmin, maka ketika ia melihat ayahnya ikut menghunus pedang di tengah-tengah pasukan kaum musyrikin, membunuh saudara-saudaranya sesama mukmin, majulah ia menghampirinya, tetapi ayahnya menghindarinya. Walaupun demikian, ia mengejarnya dan memberikan pukulan yang mematikan.
Ayahnya adalah kafir, menyekutukan Tuhannya dengan yang lain; kafir terhadap Tuhan Yang menciptakannya; ia mengangkat senjata hendak menumpas agama Tuhannya dan para pendukung agama tersebut. Oleh karena itu, ia sudah tidak berguna lagi bagi Tuhannya. Siapa yang hidupnya sudah tidak berguna bagi Tuhannya niscaya tidak berguna juga bagi seluruh umat manusia.
Dalam perang Uhud, ketika peperangan itu sudah mencapai puncaknya, dimana pihak musuh sudah berhasil mengepung ketat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan menjadikan beliau sebagai sasaran tunggal anak panah dan senjata lainnya, Abu 'Ubaidah dan beberapa orang rekannya menghunus pedangnya untuk melindungi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dari serangan ganas musuh sehingga darah mengucur dari wajah beliau dan beliau mengusahpnya dengan tangan kanannya seraya mengucapkan, "Bagaimana suatu kaum akan menang sedangkan mereka membiarkan nabi yang menuntunnya kepada Tuhannya lerluka wajahnya?".
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallâhu 'anhu melukiskan peran yang dimainkan Abu 'Ubaidah dalam perang Uhud itu, "pada waktu itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terkena dua kali bidikan anak panah pada tulang pipinya, lalu aku segera pergi menghampirinya. Ternyata dari sebelah timur ada orang lain yang mendahuluiku, menghampirinya dengan cepat pula. Aku berkata, "Ya Allah, jadikanlah hal itu sebagai kepatuhan kepada Mu".
Sesudah itu, sampailah aku di dekat Rasulullah. Aku melihat Abu 'Ubaidah sudah sampai terlebih dahulu, lalu ia berkata, "Ya Abu Bakar, aku mohon kau membiarkan aku melepaskan panah itu dari wajah Rasulullah !". Aku membiarkan Abu 'Ubaidah melepaskan mata anak panah itu dengan gigi depannya dan ia berhasil mencabutnya, tetapi ia terjatuh ke tanah dan giginya pun patah. Selanjutnya, ia mencabut mata anak panah yang kedua hingga gigi depannya yang satunya patah juga. Sejak itu, Abu 'Ubaidah ompong gigi depannya.
Dalam perang Dzatus Salaasil, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menugaskannya memimpin pasukan para shahabatnya (diantaranya Abu Bakar dan Umar) sebgai bala bantuan untuk Amru bin Ash. Setibanya pasukan itu, Amru berkata kepadanya, "Ya Aba 'Ubaidah, kau didatangkan sebagai bala bantuan untuk pasukanku".
Abu 'Ubaidah menjawab, "Tidak.. Aku dengan pasukanku dan kamu dengan pasukanmu, masing-masing memimpin pasukannya". Amru bin Ash menolak adanya banyak pemimpin, ia tetap menganggap pasukan Abu 'Ubaidah yang baru datang itu harus ada di bawah pimpinannya sebagai bala bantuan. Abu 'Ubaidah berkata, "Ya Amru, Rasululllah Shallallahu 'alaihi wasallam melarangku , kalian berdua jangan berselisih!. Apabila engkau membangkang kepadaku, biarlah aku yang patuh kepadamu!". Alangkah indahnya kata-kata dan sikapnya itu yang bijaksana.
Demikianlah, Islam berhasil menciptakan manusia model, insan kamil yang diasuh Tuhannya, ruh dan kalbunya dimumikan dari sifat-sifat kebumian dan keremehan manusiawi. Alangkah jujurnya kata-kata itu dalam nilai kejantanan seseorang, "kalau kau membangkang kepadaku, biarlah aku yang patuh kepadamu", pada saat kepentingan jamaah kaum muslimin dan agama Islam menuntut persatuan dan kekompakan.
Pada suatu waktu, datanglah perutusan dari Najran kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam meminta supaya bersama mereka dikirimkan seorang agama, mengajarkan hukum-hukum syariat kepada mereka, dan merangkap sebagai penengah (hakim) apabila terjadi perselisihan antara mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berjanji kepada mereka, "nanti malam, kalian datang kembali, aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang terpercaya".
Umar ibnul Kaththab bercerita tentang hal itu, "aku belum pernah ingin mendapatkan pangkat lebih dari waktu itu, mudah-mudahan akulah orang yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu, Aku pergi menantikan waktu zhuhur. Sesudah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat zhuhur, beliau menoleh ke kanan dan ke kiri seperti ada yang dicari. Aku menjulurkan kepalaku supaya beliau melihatku, tetapi beliau masih saja mencari hingga beliau melihat Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah, lalu beliau berseru: "kau pergi bersama mereka dan putuskan sengketa yang terjadi antara mereka dengan sebenar-benarnya". Demikian keterangan yang jujur dari Umar ibnul Khaththab.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tiap-tiap umat memiliki orang kepercayaan dan kepercayaan umat ini adalah Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah". Tepat sekali sebda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu, ibnul Jarrah adalah seorang kepercayaan dalam akhlaknya, tidak seorang muslimpun merasa dirugikan olehnya.
Ia kepercayaan dalam agamanya, ia berusaha keras menggalakkan dakwah secara merata. Ia kepercayaan dalam memelihara batas-batas negara sehingga semua pihak menghargai kewibawaan dan kekuasaannya. Bagaimana tidak demikian, dia adalah salah seorang dari sepuluh orang pertama yang masuk Islam dan salah seorang dari sepuluh orang yang dinyatakan akan mendapatkan surga.
Sesudah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat, banyak orang yang datang hendak membaiat Abu 'Ubaidah menjadi khalifah, tetapi ia menjawab, "apakah kalian datang kepadaku sedangkan di tengah-tengah umat ini masih ada orang yang ketiga". Yang ia maksudkan adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, sesuai dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abu Bakar di Gua Hira', "Di waktu dia berkata kepada temannya,'janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah beserta kita". (Q,,s. at-Taubah: 40).
Pada waktu itu, Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu termasuk salah seorang yang datang kepadanya, seraya berkata, "ulurkan tanganmu, aku akan membaiat kau, hai kepercayaaan umat, seperti yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ". Abu 'Ubaidah, menjawab, "belum pernah aku melihat kau tergelincir seperti sekarang sejak engkau Islam. Apakah kau akan membaiatku, sedangkan ash-Shiddiq, shahabat kedua Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di Gua Hira', ada di tengah-tengah kita?". Rupanya teguran Abu 'Ubaidah itu menyadarkan Umar. Ia lalu mengirimkan orang untuk memanggil Abu Bakar di rumah Aisyah, Ummul Mukminin, lalu ketiganya pergi ke Saqifah Bani Saa'idah. Setibanya disana, mereka mendapatkan kaum Anshar sedang melakukan rapat. Abu Bakar bertanya keheranan, "ada apa ini?".
Mereka menjawab, "dari kami diangkat amir dan dari kalian juga diangkat amir".
Abu Bakar ash-Shiddiq berkata: "para amir dari kami dan para wazir (menteri) dari kalian". Sambutnya lagi, "aku setuju kalau kalian mengangkat salah seorang diantara dua orang ini; Umar ibnul Khaththab dan Abu 'Ubaidah, kepercayaan umat ini". Kedua orang itu menyatakan, "Tidak mungkin ada seorangpun yang menggungguli kedudukanmu, ya Abu Bakar!". Keduanya lalu membaiatnya. Itulah para pengikut dan shahabat Muhammad, yang telah mendapatkan gemblengan Al-Qur'anul Karim dan mendapatkan rintisan tata cara hidup melalui petunjuk dan pengajarannya.
Suatu waktu, Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu selaku khalifah Islam mengangkat Abu 'Ubaidah menjadi komandan pasukan kaum muslimin di Syam, menggantikan Khalid bin Walid. Pada waktu itu, Khalid sedang ada di medan perang menggempur musuh-musuh Islam. Ia tidak segera memberitahukan berita pengangkatannya dan pemecatan Khalid itu, sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya. Sesudah Khalid mendengar berita pemecatannya dan pengangkatan Abu 'Ubaidah sebagai penggantinya maka dalam serah terima jabatan itu, Khalid berkata, "kini, telah diangkat untuk memimpin kalian kepercayaan umat ini, Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah".
Abu 'Ubaidah menyambut perkataan itu, "aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Khalid adalah salah satu dari pedang-pedang Allah, ya pemuda idaman".
Itulah jabatan kepanglimaan, tetapi tidak menyombongkan mereka. Itulah kepangkatan dan jabatan tinggi dunia, namun mereka tidak lupa daratan karena risalah atau misi mereka terbatas dan tugas mereka jelas, seperti yang dikatakan Rabi' bin Amir, "Allah telah mengirimkan kami untuk mengeluarkan orang yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya, dari mengabdikan diri kepada hambaNya kepada pengabdian diri kepada Allah semata".
Kalau jabatan dan kepangkatan tidak bisa menggiurkan dan menggugurkan mereka, begitu pula dengan bujuk rayu dunia lainnya. Pada suatu waktu, Umar ibnul Khaththab mengirim uang kepada Abu 'Ubaidah sebesar empat ribu dirham dan empat ratus dinar, lalu ia berpesan kepada pesuruhnya, "perhatikan apa yang dilakukannya". Sesudah uang itu dibagi-bagikan, pesuruh itu melaporkan kepada khalifah Umar. Umar berkata: "Alhamdulillah, yang menjadikan dalam kalangan kaum muslimin orang yang melakukan hal itu".
Ketika khalifah Umar datang ke negeri Syam, ia dijemput oleh para perwira militer dan pejabat sipil. Ia bertanya, "mana saudaraku?". Mereka bertanya keheranan, "siapa dia, ya Amirul Mukminin?". Ia menjawab,"Abu Ubaidah". Mereka menjawab, "Ia segera datang". Tak lama, ia datang dengan menunggang seekor unta, lalu ia memberikan salam kepada khalifah. Khalifah lalu memerintahkan para penyambutnya pulang kembali dan membiarkannya bersama Abu 'Ubaidah. Keduanya pergi ke rumah Abu 'Ubaidah. Setiba di sana, Khalifah Umar tidak melihat sesuatu apapun selain pedang dan perisainya. Umar bertanya kagum, "mengapa kau tidak memiliki sesuatu?". Abu 'Ubaidah menjawab, "ya Amiral Mukminin, ini pun akan menghantarkan kita ke tempat peristirahatan kita".
Umar tidak melihat perabotan dan perhiasan mewah di rumahnya karena ia bukan seorang yang senang duduk-duduk di rumah, tetapi seorang lapangan yang selalu memandang jauh kepada apa yang ada di balik kehidupan ini. Adapun orang-orang yang suka bergelimang dalam kesenangan hidup, mereka sudah terperangkap jaringan setan yang sulit untuk membebaskan dirinya. Dia tahu menempuh jalan hidup dunia menuju perumahan kehidupan abadi di akhirat.
Kalau demikian watak keras dan kuat Abu 'Ubaidah menghadapi kehidupan ini, mendalam pengertiannya menempuh hidup dan menghadapi orang hidup, konsekuen mempertahankan kebenaran, maka dengan sendirinya ia tidak akan sudi berkompromi dengan kebatilan dan bermanis-manis dengan kecurangan, tidak peduli kedudukan dan asal-usul seseorang yang dihadapannya.
Pada suatu hari, Jabalah ibnul Aiham, raja Ghassan, masuk Islam, sesudah menerima baik surant Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang mengundangnya untuk menganut agama itu. Pada suatu waktu ia berjalan di pasar kota Damaskus, tiba-tiba kakinya menginjak kaki Muzniah, lalu ia langsung menampar Jabalah. Muzniah lalu digiring kepada Abu 'Ubaidah untuk diadili. Mereka berkata, "tuan Hakim, orang ini telah menampar raja Jabalah".
"Dia harus ditampar juga!". "Apa tidak dibunuh?". "Tidak". "Apa tidak dipotong tangannya?". "Tidak, Allah hanya memerintahkan dilakukan qishash, ditindak sama dengan perbuatannya". Jabalah berkata, "apakah kalian mengira aku mau menjadikan wajahku perumpamaan bagi wajah nenek moyangku?". Ia lalu murtad kembali menjadi Kristen dan pergi menyeberang bersama kaumnya ke negeri Romawi.
Negeri Syam hamnpir seluruhnya ditaklukkan, tinggal beberapa buah benteng musuh yang masih dipertahanka. Ketika pasukan Islam di bawah pimpinan panglimanya, Abu 'Ubaidah, hendak memulai pertempuran baru untuk merebut benteng-benteng yang masih dipertahankan musuh itu, tiba-tiba terjadi serangan penyakit menular hebat di kalangan pasukan kaum muslimin. Mendengar berita mengerikan itu, Khalaifah Umar ingin menyelamatkan Abu 'Ubaidah dari cengkeraman maut itu, lalu ia menulis surat memerintahkan supaya ia keluar dari negeri itu. Isi surat itu antara lain:
"Salam sejahtera kepadamu. Lain dari itu, akau ingin menawarkan sesuatu kepadamu, harapanku apabila engkau menerima suratku ini supaya lekas-lekas datang menghadapku !". Abu 'Ubaidah paham maksud Khalifah itu, lalu ia membalasnya, "Ya Amiral mukminin, aku sudah paham maksudmu. Aku ada di tengah-tengah pasukan kaum muslimin, tidak bermaksud mengutamakan keselamatan diri atau memisahkan diri dari mereka, hingga Allah menentukan apa yang Dia kehendaki terhadapku dan mereka, dan bebaskanlah aku dari tawaran dan harapanmu itu!".
Abu 'Ubaidah rahimahullah wafat karenba penyakit menular itu pada tahun 18 H dalam usia 58 tahun. Khalifah Umar radhiallâhu 'anhu berkata, "Kalau usia Abu 'Ubaidah lanjut, atau akan mengangkatnya menjadi penerusku. Kalau Allah bertanya, atas dasar apa kau mengangkatnya, aku akan menjawab, "aku pernah mendengar Nabi-Mu mengatakan "Dia kepercayaan Umat ini".
Sebab Turunnya Ayat
Firman Allah, "Kamu tidak akan menemukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang itu ayah-ayah, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan dariNya…" (Al-Mujaadalah: 22).
Dikatakan diturunkan berkenaan dengan Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah radhiallâhu 'anhu ketika ia membunuh ayah kandungnya dalam perang Badar. Ada lagi sebagian ahli tafsir yang mengatakan bahwa ayat tersebut diturunkan kepada sekelompok orang Islam pertama, yang mengatakan dengan tegas bahwa ikatan aqidah bagi mereka lebih utama daripada ikatan keturunan dan keluarga. Bagi mereka, ikatan aqidah merupakakn ikatan berbagai macam warna kulit, bangsa dan kedudukan, dihimpun dalam suatu kekeluargaan yang saling mengasihi dalam wadah umat, di bawah pimpinan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan bimbingan kalamullah:Al-Qur'anul Karim.
Mereka mengatakan juga bahwa firmanNya,"….sekalipun orang itu ayah-ayah…", diturunkan berkenaan dengan Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah ketika ia membunuh ayah kandungnya sendiri, dan kalimat "…..atau anak-anak…." Diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallâhu 'anhu ketika ia mengejar anaknya sendiri, Abdurrahman bin Abu Bakar, hendak membunuhnya; dan kaomat, "…ataupun keluarga mereka…."diturunkan berkenaan dengan Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu yang membunuh keluarganya sendiri dalam perang itu. Juga diturunkan berkenaan dengan Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib dan 'Ubaidah ibnul Harits, semuanya telah bertarung dalam perang itu dan membunuh keluarganya sendiri, antara lain: Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, dan al-Walid bin Utbah.
Sebagai pelengkap dari ketegasan sikap iman kaum muslimin itu, ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bermusyawarah dengan para shahabatnya tentang tindakan yang kan dilakukan terhadap para tawanan perang Badar itu, Abu Bakar ash-Shiddiq mengusulkan, "mereka diberi kesempatan menebus dirinya, untuk memperkuat dana perjuangan kaum muslimin dan juga mengingat mereka masih merupakan sanak keluarga. Diharapkan, sikap lunak itu akan menggugah hati mereka menemukan hidayah Allah".
Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu berpendapat, "aku tidak sependapat dengan yang lain, ya Rasulullah! Berikanlah kesempatan kepadaku membunuh keluargaku sendiri. Ali sudah berhasil membunuh saudaranya sendiri, Aqil. Si fulan sudah membunuh keluarga kaaribnya sendiri untuk dibuktikan kepada Allah bahwa dalam hati kita tidak terdapat lagi keakraban dan rasa kasihan dengan kaum musyrikin". Setelah percakapan itu, turunlah ayat tersebut.
Wynn Las Vegas and Encore Restaurants - JTM Hub
BalasHapusCheck out Wynn Las Vegas 세종특별자치 출장마사지 and Encore 사천 출장마사지 Restaurants for the 경주 출장마사지 perfect blend of American, 인천광역 출장마사지 Tex-Mex 영주 출장안마 and Japanese cuisine.